Ketika Pedagang Dadaha Menuntut Keadilan di Tengah Gelaran Tasik Oktober Festival
Lapak pedagang Dadaha Sagala Aya terletak di samping venue bazar UMKM Tasik Oktober Festival, Selasa 2 Oktober 2024. ayu sabrina / radar tasikmalaya--
TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Para pedagang di sekitar kawasan Dadaha mengeluhkan pelaksanaan bazaar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Tasik Oktober Festival (TOF) yang menggunakan lokasi biasa mereka berjualan.
Tidak mampu membayar sewa yang ditetapkan, mereka yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pengelolaan Dadaha Tasikmalaya (Forkopdatas) justru membuka lokasi alternatif bernama “Dadaha Sagala Aya” dengan tarif sewa yang lebih terjangkau.
Salah seorang pedagang es kekinian mengungkapkan bahwa ia telah sering berpindah lapak akibat kenaikan harga sewa.
Menurutnya, tarif untuk sewa stand di venue TOF sangat tidak masuk akal.
BACA JUGA:Facebook Perbarui Desain dan Fiturnya, Dalam Upaya Menarik Kembali Pengguna Muda
“Saya awalnya berjualan di depan, tapi saat ada kabar tidak boleh jualan di trotoar, saya dipindahkan ke dalam. Sekarang saya berjualan di Dadaha Sagala Aya karena sewa di sana mahal, hanya untuk mereka yang memiliki uang banyak. Lagipula, banyak pedagang yang datang dari luar Tasik,” kata pria pengusaha franchise minuman boba itu pada Rabu 2 Oktober 2024.
Diketahui, panitia TOF mematok harga sewa untuk stand berukuran 3x3M sebesar Rp 4.000.000 dan ukuran 5x5M sebesar Rp 6.500.000.
Selain itu, berbagai permainan yang biasa ada di pasar malam juga dapat ditemukan di area belakang Gedung Creative Centre, yang terhubung dengan lapak Dadaha Sagala Aya.
“Sayang sekali, saya berharap TOF tidak diadakan di sini. Ini mengganggu,” ungkap pria yang enggan disebutkan namanya tersebut.
Ia juga merasa bingung melihat banyaknya lapak hiburan dan jualan yang tersebar di tiga lokasi, yaitu bazaar UMKM di GOR Sukapura, pasar malam di dekat Alun-Alun Dadaha, dan pedagang di Dadaha Sagala Aya.
“Di situ ada, di sini ada, bagaimana ini? Kenapa pemerintah protes karena macet dan banyak sampah, tapi hal ini dibiarkan?” keluhnya.
Ade Cundiana, atau Acun, Ketua Forkopdatas, menjelaskan bahwa komunikasi antara panitia TOF dan pihaknya pernah dilakukan, namun banyak kesepakatan yang tidak dipatuhi.
“Beberapa waktu lalu, ada sosialisasi dari panitia TOF. Kami diajak berdiskusi, tetapi beberapa hal tidak sesuai kesepakatan. Awalnya, kami diharapkan mendapat penggantian tempat bagi pedagang yang terdampak, namun kenyataannya area parkir GCC justru dipakai untuk permainan. Kami hanya mendapatkan 23 lapak,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: