PUBLIK Bersuara Lantang, Merespons Tahapan Pemilu Ditunda hingga 2025, Mahfud MD Ajak KPU Banding

PUBLIK Bersuara Lantang, Merespons Tahapan Pemilu Ditunda hingga 2025, Mahfud MD Ajak KPU Banding

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Foto: Disway--

JAKARTA, RADARTASIK.COM— Publik bersuara lantang merespons tahapan Pemilu ditunda hingga 2025.

Tahapan Pemilu ditunda hingga 2025 merupakan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk menunda tahapan Pemilu hingga 2025 setelah mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur atau PRIMA kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Merespons putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ajak KPU banding.

BACA JUGA: RESMI, Persija vs Persib Ditunda, Ini 2 Alasan Penundaannya

"Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang," tulis Mahfud MD melalui Instagram pribadinya, @mohmahfudmd, Kamis 2 Maret 2023.

Menurut Mahfud MD, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak punya wewenang membuat vonis memerintahkan KPU untuk menunda tahapan Pemilu hingga 2025.

Setidaknya ada empat alasan berdasarkan hukum, kata Mahfud MD, bahwa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak punya wewenang membuat vonis memerintahkan KPU untuk menunda tahapan Pemilu hingga 2025.

Alasan pertama, menurut Mahfud MD, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu sudah diatur tersendiri dalam hukum dan kompetensinya tidak berada di PN.

BACA JUGA: Cerita Sedih Pierre Kalulu Saat Ditransfer ke AC Milan dengan Murah: “Uang Itu Tidak Masuk ke Saku Saya”

Dia mencontohkan, sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sedangkan soal keputusan ke pesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," ujar Mantan Ketua MK ini.

Adapun untuk sengketa selepas pemungutan suara maupun hasil pemilu kompetensi berada di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu pakem-nya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," tulis Mahfud MD lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: