PUBLIK Bersuara Lantang, Merespons Tahapan Pemilu Ditunda hingga 2025, Mahfud MD Ajak KPU Banding

PUBLIK Bersuara Lantang, Merespons Tahapan Pemilu Ditunda hingga 2025, Mahfud MD Ajak KPU Banding

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Foto: Disway--

BACA JUGA: Menggali Minat dan Bakat Siswa, Disnaker Berikan Pembinaan Bagi Pelajar Praktik Kerja Lapangan

Alasan kedua, kata Mahfud MD, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata.

"Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia," tulisnya.

Dia memberikan contoh, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan.

Ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan berdasarkan vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.

Alasan ketiga, Mahfud MD meyakini vonis PN Jakpus tersebut tidak bisa dilanjutkan eksekusi.

"Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU," tulisnya.

Alasan keempat, Mahfud MD menegaskan bahwa penundaan pemilu dilakukan hanya berdasar gugatan perdata partai politik bukan hanya bertentangan dengan UU, tetapi juga bertentangan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.

Oleh karena itu, Mahfud MD menegaskan bahwa baik KPU maupun seluruh masyarakat harus menempuh perlawanan hukum terhadap vonis PN Jakpus tersebut.

"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," tutupnya.

Alasan Partai PRIMA Gugat KPU

Sementara itu Wakil Ketua Umum PRIMA, Alif Kamal membeberkan alasannya Partai PRIMA gugat KPU karena diduga adanya kesalahan yang dilakukan oleh KPU. 

"Karena ada proses pemilu yang salah dan dilakukan oleh KPU," kata Alif Kamal. 

"(Kesalahannya) Dari tahap verifikasi administrasi sampai verifikasi faktual. Kalau verifikasi faktual kan sudah banyak beredar juga kan, contoh di Sulawesi Utara dan Sumatera barat," sambungnya. 

Alif Kamal menjelaskan, kesalahan yang dilakukan oleh KPU dapat merugikan berbagai pihak, khususnya PRIMA. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: