Kurikulum Merdeka Menuju Generasi Emas
Nuryanti Surastri, Mahasiswi Magister PGSD UPI Kampus Tasikmalaya-Foto:dokradartasik.disway.id/doknuryanti-
RADARTASIK.COM - Dunia pendidikan tidak bisa dipisahkan dari kurikulum. Kurikulum berisi sekumpulan rencana, tujuan, dan materi pembelajaran. Termasuk cara mengajar yang akan menjadi pedoman bagi setiap pendidik supaya bisa mencapai target dan tujuan pembelajaran dengan baik. Hal ini sejalan dengan pengertian kurikulum menurut Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 butir 19, kurikulum merupakan seperangkat pengaturan dan rencana mengenai tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum yang diterapkan saat ini adalah Kurikulum Merdeka menuju generasi emas.
Kurikulum bersifat dinamis, akan terus berubah dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Di Indonesia, kurikulum telah mengalami perubahan beberapa kali sejak pasca kemerdekaan. Perubahan kurikulum tersebut dari mulai Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947), Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952), Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964), Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, dan Kurikulum 2013 (K- 13).
Pada Februari 2022 lalu Kemendikbudristek telah meluncurkan kurikulum yang baru yaitu Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka memiliki tujuan untuk menciptakan pendidikan yang lebih menyenangkan bagi peserta didik dan guru yang tidak hanya menekankan kepada aspek kognitif saja. Struktur Kurikulum ini menggunakan paduan pembelajaran intrakurikuler (70-80% dari JP) dan kokurikuler (20-30% JP) melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Pembelajaran intrakurikuler terdiri dari mata pelajaran. Pada jenjang SD, mata pelajaran IPA dan IPS dilebur menjadi IPAS. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa anak usia SD masih dalam tahap berpikir konkrit/sederhana, holistik, komprehensif dan tidak detail. Pembelajaran kokurikuler pada profil pelajar Pancasila terdiri dari 6 dimensi yaitu: (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, (2) Berkebhinekaan global, (3) Bergotong royong, (4) Mandiri, (5) Bernalar kritis, dan (6) Kreatif. Sedangkan untuk tema pada Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) adalah Gaya Hidup Berkelanjutan, Kearifan Lokal, Bhineka Tunggal Ika, Bangunlah Jiwa dan Raganya, Suara Demokrasi, Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI, dan Kewirausahaan.
Struktur Kurikulum Merdeka mengacu pada capaian pembelajaran yang terdiri dari tiga elemen yaitu nilai agama dan budi pekerti; jati diri; dasar-dasar literasi, sains, teknologi, rekayasa, seni dan matematika. Acuan pembelajaran dan asesmen harus mengacu pada capaian tiga capaian tersebut. Pada Kurikulum Merdeka terdapat beberapa fase dalam jenjang pendidikan untuk mencapai Capaian Pembelajaran. Untuk usia sekolah dasar terdapat 3 fase yaitu fase A untuk kelas 1-2 (usia 6-8 tahun), fase B untuk kelas 3-4 (usia 8-10 tahun), dan fase C untuk kelas 5-6 (usia 10-12 tahun).
Kurikulum Merdeka bisa dijadikan ajang jembatan untuk mempersiapkan generasi emas dalam mewujudkan Indonesia emas 2045 karena memiliki relevansi. Lulusan pendidikan yang dibutuhkan dalam mewujudkan Indonesia emas adalah lulusan pendidikan yang kreatif, inovatif, berjiwa interpreneur, percaya diri, imajinatif, berani mengambil resiko yang diperhitungkan, religius, berwawasan nusantara, berjiwa Pancasila, memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai budaya bangsa, berjiwa nasionalisme dan patriotisme. Hal tersebut relevan dengan struktur Kurikulum Merdeka, sehingga Kurikulum Merdeka bisa dijadikan kurikulum dan model pembelajaran alternatif dalam mempersiapkan dan mewujudkan Indonesia emas 2045.
Ketika melakukan implementasi kurikulum yang baru akan terdapat potensi tantangan yang akan dihadapi. Begitu juga dengan implementasi pada Kurikulum Merdeka. Beberapa potensi tantangan yang mungkin dihadapi adalah minimnya fasilitas dan kualitas guru. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada guru di berbagai sekolah, sehingga diperlukan sosialisasi dan pelatihan khusus untuk guru dalam menghaadapi Kurikulum Merdeka. Guru belum memiliki pengalaman dalam mengajar dengan program Merdeka Belajar. Minimnya pengalaman guru dalam mengajar dengan Kurikulum Merdeka dapat mempengaruhi cara mengajar di kelas. Potensi tantangan selanjutnya adalah minimnya referensi. Keterbatasan referensi penyampaian materi, baik dalam teks pelajaran maupun pada buku guru yang diterbitkan oleh pusat perbukuan atau penerbit swasta. Karena keterbatasan referensi inilah yang membuat guru sulit memperoleh rujukan penyampaian materi serta memfasilitasi pembelajaran pada siswa dengan efektif.
Berdasarkan kendala-kendala tersebut, berikut ini bisa dijadikan solusi dalam menghadapi kendala Kurikulum Merdeka. Memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada guru tentang Kurikulum Merdeka, melakukan digital literacy dengan cara searching berbagai macam informasi baik di media sosial maupun melalui internet, meningkatkan skill guru. Meningkatkan kualitas pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki guru akan mempermudah jalan dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Misalnya dengan menguasai dan menerapkan keterampilan dasar sesuai dengan kebutuhan di era digital seperti Ms. Word, pdf, ppt, excel, email, menulis di media digital, dan sebagainya.
Penulis: Nuryanti Surastri, Mahasiswi Magister PGSD UPI Kampus Tasikmalaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: