Menjadi Guru dengan Tiga Cinta, Cinta Belajar, Cinta Pembelajar dan Cinta Menyatukan Dua Cinta Pertama
Syifa Delaneira Oktora, Mahasiswi Magister PGSD UPI Tasikmalaya-Foto:dokradartasik.disway.id/doksyifa-
RADARTASIK.COM - Profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu. Profesional, berkenaan dengan pekerjaan, berkenaan dengan keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya, mengharuskan citra adanya pembayaran untuk melakukannya. Profesionalisme merupakan kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan suatu profesi Guru (dalam bahasa Jawa) seorang yang harus digugu dan harus ditiru oleh semua muridnya. Salah satu hal yang harus dimiliki guru ada memiliki kecintaan. Cinta belajar, cinta pembelajar dan menyatukan dua cinta pertama.
Harus di gugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Segala ilmu pengetahuan yang datang dari guru dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi suri tauladan bagi semua muridnya.
Mulai dari cara berfikir, cara bebicara, hingga cara berprilaku sehai-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan ditiru seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid.Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan satu komponen yang sangat penting, selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi.mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan.
Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial.Slogan pahlawan tanpa tanda jasa senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang begitu tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan.
Tidak hanya itu, sikap kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan profesi satu ini berbeda dengan yang lain. Lantaran tanggung jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak langsung.
Di dalam bahasa Sansekerta, guru berarti yang dihormati. Rasa hormat ini sampai kini masih hidup di tengah masyarakat tradisional/pedesaan. Mereka masih menaruh rasa hormat dan status sosial yang tinggi terhadap profesi guru.
Di kepulauan Sangihe, misalnya, masyarakat menyebut guru pria dengan panggilan tuan, lengkapnya tuan guru, suatu panggilan yang terhormat. Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang suci (saint) yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa.
Selain itu sebagian besar masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak pernah mengeluh dengan gaji yang minim, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan professional yang bangga dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Dalam pandangan masyarakat tradisional, guru dianggap profesional jika anak sudah dapat membaca, menulis dan berhitung, atau anak mendapat nilai tinggi, naik kelas dan lulus ujian.
Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif merupakan salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak ahli berpendapat bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang) muncul sebagai negara industri baru karena didukung oleh penduduk/SDM terdidik dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru.
Salah satu bangsa modern yang menghargai profesi guru adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang menyadari bahwa guru yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pembangunan. “She no on wa yama yori mo ta/(ai umiyorimo fu/(ai yang berarti jasa guru lebih tinggi dari gunung yang paling tinggi, lebih dalam dari laut paling dalam”.
Hal ini merupakan ungkapan penghargaan bangsa Jepang terhadap profesi guru.Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena guru secara spesifik memiliki hal sebagai berikut:
1. Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan;
2. Memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun pendidikan yang bermutu;
3. Memiliki perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektif untuk membangun SDM yang unggul, bermatabat dan memiliki daya saing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: