21 Bentuk Kekerasan Seksual di Kampus Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30

21 Bentuk Kekerasan Seksual di Kampus Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30

Satuan tugas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus Universitas Siliwangi usai dilantik beberapa waktu lalu.-Foto: Dok. Radartasik.com/Unsil-

BACA JUGA: Penangkapan 2 Pelaku Ganjel ATM di Tasik Diwarnai Duel Antara Polisi dengan Pelaku dan Aksi Kejar-kejaran

Terbentuknya Satgas PPKS di lingkungan Universitas Siliwangi akan membawa harapan baru bagi kampus untuk mulai mengusut kasus-kasus tindak kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus baik yang menimpa unsur pendidik, tenaga kependidikan maupun unsur mahasiswa.

Bukan tugas yang mudah bagi Satgas PPKS untuk dapat membuktikan terjadinya tindak kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus karena kekerasan seksual adalah kasus yang paling sulit dibuktikan, tetapi efeknya sangat besar dan berjangka panjang.

Kekerasan seksual tidak hanya berdampak pada fisik korban tetapi juga psikologis yang akhirnya akan berdampak juga bagi relasi sosial korban dalam pergaulan kehidupan sehari-hari.

Stop untuk menormalisasi segala bentuk kekerasan seksual dalam bentuk apa pun. Mari bersama-sama mewujudkan lingkungan kampus yang bersih dan aman dari tindak kekerasan seksual.

BACA JUGA: Warga Cigugur Serbu Stand Vaksinasi Covid-19 Binda Jawa Barat

Dalam penindaklanjutan laporan korban, Satgas PPKS dapat memberikan kesimpulan dan rekomendasi kepada rektor untuk memberikan sanksi kepada pelau kekerasan seksual dengan mempertimbangkan dampak akibat perbuatan pelaku terhadap kondisi korban dan lingkungan kampus, bukan berorientasi pada pelaku.

Sanksi yang dijatuhkan oleh pimpinan perguruan tinggi merupakan sanksi administrasi dengan 3 tingkatan sanksi yaitu; pertama sanksi administratif ringan berupa teguran tertulis, atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.

Kedua sanksi administratif sedang berupa pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan, atau pengurangan hak mahasiswa penundaan mengikuti perkuliahan (skors), pencabutan beasiswa, atau pengurangan hak lainnya.

Ketiga sanksi administratif berat berupa pemberhentian tetap sebagai mahasiswa, pemberhentian tetap dari jabatan sebagai ppendidik, tenaga kependidikan, atau warga kampus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi-sanksi tersebut terdapat dalam Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 Pasal 14 ayat (2), (3) dan (4).

BACA JUGA: Catat! Seleksi PPPK Tenaga Kesehatan 2022 Dibuka Minggu Ketiga September, akan Ada Afirmasi

Pelaku yang terbukti bersalah dan mendapatkan sanksi ringan dan sedang, wajib mengikuti program konseling sebelum re-integrasi ke kampus, dimana pembiayaan program konseling dibebankan pada pelaku dan laporan hasil konseling menjadi dasar bagi pemimpin perguruan tinggi untuk menerbitkan surat bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.

Bagi perguruan tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dapat dikenai sanksi administratif berupa  penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana; dan/atau penurunan tingkat akreditasi.

Hal tersebut membuktikan keseriusan kemendikbudristek dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Untuk itulah, mari kita bersama-sama turut mendukung dalam menciptakan lingkungan kampus yang bersih dan aman dari predator kampus. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: