Petir Politik

Petir Politik

--

Risma itu birokrat tulen. Bukan kader PDI-Perjuangan. Tapi kerjanya luar biasa. Hasil kerjanya terlihat nyata. Suatu ketika pimpinan muda Jawa Pos mengangkat foto Risma naik ekskavator dengan latar belakang taman yang dibangunnyi. Seorang wanita sampai naik ekskavator. Bukan main. "Foto itu, waktu itu, mengguncang Surabaya," ujar Harun Sohar, aktivis militan PDI-Perjuangan yang kini tidak di lingkaran dalam lagi.

Risma pun disetujui partai untuk jadi calon walikota. Tapi harus didampingi kader murni. Dipilihlah Bambang sebagai pasangan Risma.

Begitu Risma terpilih, Bambang benar-benar mengajukan surat pengunduran diri. Ia ingin Saleh Mukadar diproses oleh DPRD sebagai wakil walikota pengganti.

Partai menolak pengunduran diri itu. Bambang tetap dalam jabatan. Tapi orang Surabaya akhirnya tahu: Bambang tidak bisa rukun dengan Risma. Pertikaian memuncak. Bambang mengundurkan diri.

Risma pun menjadi kader partai. Bambang tersisih. 

Tapi Bambang telah mencatatkan diri dalam sejarah itu: mantan walikota menjadi wakil walikota berikutnya. Rasanya, sampai sekarang, ya baru satu itu terjadi. Belum ada walikota atau bupati lain yang meniru. Belum ada juga tingkat gubernur. Siapa tahu diikuti langsung di tingkat nasional.

Tapi benarkah yang muncul dari MK itu petir? Benarkah itu gong yang salah tabuh?

Saya pun menelusuri berita MK itu. Saya ingin tahu runtutan lahirnya berita itu.

Yang saya baca hanyalah: juru bicara MK mengatakan itu kepada wartawan Medeka.com. Tapi tidak bisa saya lacak: apakah si juru bicara yang menemui wartawan Merdeka.com atau wartawan itu yang bertanya. ''Bertanya'' pun ada dua jenis: apakah diminta bertanya atau sengaja bertanya.

Lokasi wawancara pun tidak terlacak. Di ruangan khusus atau di depan pintu. Kalau di ruang khusus berarti serius sekali. Kalau di depan pintu bisa saja itu pertanyaan sambil lalu. 

Yang jelas petir itu telah menyambar-nyambar. Termasuk menyambar Anda. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: