Haji Aseng

Haji Aseng

Tujuan perjalanan saya tidak jauh dari kampung halaman Haji Yos Sutomo itu. Ada tambang besar batu bara di situ. Bukan milik Haji Yos Sutomo. Bukan juga milik Haji Aseng. Yos Sutomo kini jadi Raja Properti di Kaltim. Haji Aseng jadi kontraktor besar penambangan batu bara.

Setelah memarkir speed boat kami harus menelusuri jalan besar sepanjang 65 Km. Yakni dari dermaga speed boat di sungai Senyiur ke arah tambang milik Bayan Reaources. Jalan inilah yang dibangun Haji Aseng. Jalan begitu besar yang dibangun di tengah hutan.

Itulah kekuatan uang batu bara. Bisa membangun jalan selebar itu sepanjang itu. Hanya dalam waktu satu tahun.

Aseng punya kantor proyek di dekat tambang itu. Sekalian mess karyawan dan staf. Kami tiba di mess perusahaan. Hari sudah terik. Matahari sudah tepat di atas ubun-ubun.

”Kita salat duhur dulu,” ujar Aseng. Saya pun tersenyum. Dalam hati. Saya pikir mau makan dulu. Saya lihat sudah ada prasmanan di meja makan.

Aseng memang membangun masjid di tengah belantara hutan dan tambang itu. Ia juga mengangkat imam dan pengurus masjid –digaji hanya untuk itu. Sang Imam dari Balikpapan, lulusan pondok salafiyah Bangil, Jatim.

Setelah berwudu saya mendorong Aseng untuk jadi imam salat. Ia ganti mendorong saya. Saya tetap mendorongnya. ”Akan lebih afdol kalau tuan rumah yang jadi imam,” kata saya. "Lebih afdol kalau yang lebih tua yang jadi imam," jawabnya sambil mendorong saya. Kami dorong-dorongan.

Saya kalah kuat. Juga kalah uang.

Ketika saya sudah mengambil posisi imam Aseng menanyakan sesuatu yang saya lupa menjelaskan.

”Kita jamak-qashar kan?” tanyanya.

”Benar. Dua rakaat, lalu dua rakaat lagi,” jawab saya.

Salat dan makan selesai. Kami terus ke lapangan: melihat bagaimana orang menambang batu bara. Itulah emas hitam masa kini. Bumi Kalimantan ternyata bumi emas. Begitu emas hijau hilang, emas hitam terbilang. (*)

 

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Dokter Pasien

Abdul Wahib

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: