Kebijakan 'Populis' Dedi Mulyadi dalam Perspektif Hukum Tata Negara

Dykasakti Azhar Nytotama, Duta Literasi Kota Tasikmalaya.--
DEDI Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, berhasil menarik perhatian luas dari masyarakat, baik di tanah Pasundan maupun di tingkat nasional.
Dalam pandangan penulis, ia mampu meraih simpati publik melalui gaya kepemimpinan yang khas dan berbeda dari gubernur-gubernur sebelumnya, terutama dengan pemanfaatan media sosial secara masif.
Di samping itu, Dedi Mulyadi juga dinilai sukses menjalankan tugas dan fungsi sebagai Gubernur Jawa Barat, baik dalam kapasitasnya sebagai Wakil Pemerintah Pusat maupun sebagai pelaksana otonomi daerah.
Sebagai gubernur, Dedi menjalankan fungsi pengawasan terhadap perencanaan anggaran di seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat, serta menjalin koordinasi erat guna mendorong produktivitas kepala daerah lainnya.
BACA JUGA:Paslon 03 Gugat Hasil PSU Pilkada Tasikmalaya ke MK, Tuntut Ditetapkan sebagai Pemenang
Ia dianggap berhasil menerapkan prinsip-prinsip otonomi daerah, di antaranya dengan menurunkan kewenangan konkuren—yakni kewenangan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah.
Beberapa kebijakan yang dinilai populis dan menonjol antara lain pengalokasian pajak kendaraan, program Dodik Bela Negara bagi siswa bermasalah, serta pelarangan sekolah menyelenggarakan study tour dan wisuda.
Berikut adalah pembahasan kebijakan-kebijakan tersebut dalam perspektif hukum tata negara:
1. Pelarangan Sekolah Menyelenggarakan Study Tour dan Wisuda
BACA JUGA:Sidang Sengketa Pilkada Tasikmalaya Berlanjut, Paslon 01 Minta Diskualifikasi Paslon 02 dan 03 di MK
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 12, kewenangan pemerintah provinsi dalam bidang pendidikan terbatas pada pendidikan menengah dan pendidikan khusus.
Oleh karena itu, kebijakan Gubernur terkait pelarangan study tour dan wisuda seharusnya hanya berlaku untuk jenjang SMA/SMK dan pendidikan khusus, bukan untuk SMP, SD, atau PAUD yang merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Meskipun gubernur tidak memiliki kewenangan langsung terhadap jenjang di luar kewenangannya, ia tetap dapat memberikan arahan, pembinaan, dan pengawasan.
Oleh sebab itu, kebijakan pelarangan tersebut seharusnya dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan kepala daerah kabupaten/kota guna memastikan implementasi yang rasional dan sesuai kebutuhan lokal.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: