Puasa Arafah Haruskah Tepat Pada Hari Wukuf?
Ustaz Aeger Kemal, alumnus program Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah utusan Kota Tasikmalaya.-Istimewa-
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Husain bin al-Harits al-Jadali RA dia berkata :
أنَّ أَمِيْرَ مَكَّةَ خَطَبَ ، ثُمَّ قَالَ : عَهِدَ إلَيْنَا رَسُوْلُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ أَنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤيَةَ ، فَإِنْ لَمْ نَرَهُ ، وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا
”Amir (Penguasa) Makkah berkhutbah kemudian dia berkata, ’Rasulullah SAW telah berpesan kepada kita agar kita menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya’.”
Imam ad-Daraquthni berkata hadits ini isnadnya muttashil dan sahih.
”Jadi, untuk puasa Arafah, patokannya adalah rukyatul hilal yang dilakukan oleh Wali Mekkah (Penguasa Mekah),” tandas ustaz muda ini.
Dengan kata lain, patokannya bukanlah hisab dan bukan rukyatul hilal di masing-masing negeri Islam berdasarkan prinsip ikhtilaful mathali (perbedaan mathla).
Kedua, puasa Arafah dilaksanakan tanggal 9 Zulhijah meskipun tidak sama dengan hari wukufnya jamaah haji.
Dikabarkan bahwa Nabi SAW telah terbiasa melakukan puasa Arafah pada tanggal 9 Zulhijah sebelum kaum muslimin melaksanakan ibadah haji pertama kali tahun 9 H.
BACA JUGA: Kiai dan Tokoh Tasikmalaya Sampaikan Pernyataan Sikap Terkait Gonjang-Ganjing Al Zaytun
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Maimunah RA. istri Nabi SAW,
عَنْ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ إِنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ مَيْمُونَةُ بِحِلاَبِ اللَّبَنِ وَهُوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ فَشَرِبَ مِنْهُ وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ إِلَيْهِ ].
Dari Maimunah istri Nabi SAW (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Orang-orang saling berdebat apakah Nabi SAW berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (Wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.
Juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ummu Fadhl binti al-Harits,
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِى صَوْمِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ . فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ ].
Dari Ummu al-Fadhl binti al-Harits (diriwayatkan) bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi SAW, sebagian mereka mengatakan: Beliau berpuasa. Sebagian lainnya mengatakan: Beliau tidak berpuasa. Lalu Ummu al-Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: