Puasa Arafah Haruskah Tepat Pada Hari Wukuf?
Ustaz Aeger Kemal, alumnus program Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah utusan Kota Tasikmalaya.-Istimewa-
BACA JUGA: 3 Keutamaan Wudhu yang Dahsyat Bagi Umat Islam, Secara Medis pun Mencengangkan!
Menjawab pertanyaan ini, Ustaz Kemal –sapaan akrab penulis– sangat hati-hati. ”Topik ini termasuk aspek yang menyangkut ijtihad. Kita ketahui bahwa ’ijtihad tidak gugur oleh ijtihad lain’. Sekali pun ijtihadnya tidak tepat (benar), tapi dia mendapat satu pahala yakni menjalankan ijtihad. Begitu juga yang mengikutinya,” kata dia.
”Adapun jika ijtihadnya tepat (benar), maka dia mendapat dua pahala yakni menjalankan ijtihad dan mengungkap kebenaran. Begitu juga bagi yang mengikutinya”, jelasnya seraya mengutip penjelasan yang dilansir fatwatarjih.or.id.
Mengenai hari pelaksanaan puasa Arafah, Ustaz bertubuh tambun ini menjelaskan setidaknya ada dua pendapat.
Pertama, puasa Arafah dilaksanakan pada hari pelaksanaan wukuf di padang Arafah.
BACA JUGA: Ini Rincian Hasil Pembangunan di 4 Kecamatan Kota Tasikmalaya yang Diresmikan Cheka
Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa wukuf di padang Arafah dan tanggal 9 Zulhijah adalah satu kesatuan (terjadinya pada hari yang sama).
Dikemukakan oleh Ibn Qudamah dalam al-Mughni: Adapun hari Arafah adalah hari kesembilan di bulan Zulhijah. Dinamakan demikian karena Wukuf di padang Arafah dilaksanakan pada hari tersebut (hari kesembilan Zulhijah).
Juga dikemukakan oleh Badrudin Al Aini dalam Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhara dijelaskan hari Arafah (yauma Arafah) menunjukkan waktu (al-zaman) dan tempat (al-makan) sekaligus.
Dari segi waktu, hari Arafah adalah hari ke-9 bulan Zulhijah. Sedang dari segi tempat, hari Arafah adalah hari di mana para jamaah haji berwukuf di tempat yang dikenal dengan padang Arafah.
Dengan demikian, definisi syar’i untuk hari Arafah adalah hari yang mana para jamaah haji berwukuf di Arafah.
”Definisi inilah yang dianggap kuat (rajih) oleh Lajnah Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta (Dewan Tetap untuk Pengkajian Ilmiah dan Fatwa Saudi), juga dipilih oleh Lajnah Al-Ifta Al-Mashriyyah (Dewan Fatwa Mesir), dan lain-lain,” bebernya.
Alasan lain dari pendapat ini bahwa yang mempunyai otoritas menetapkan hari-hari manasik haji, seperti hari Arafah dan Idul Adha, adalah Amir Makkah (penguasa Makkah), bukan yang lain.
Jika Wali Makkah (Penguasa Makkah) tidak berhasil merukyat hilal, barulah Wali Makkah mengamalkan rukyat dari negeri-negeri Islam di luar Makkah. Misalnya dari Indonesia, Mesir, Maroko dan sebagainya.
BACA JUGA: Nasib 7 Pemain AC Milan yang Pulang dari Peminjaman, Datang untuk Jadi Cadangan atau Dijual
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: