Hakim Tolak Praperadilan Tersangka Kasus Dugaan Investasi Bodong, Polres Tasikmalaya Lanjutkan Penyelidikan
Suasana sidang kasus praperadilan tersangka kasus dugaan investasi bodong di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Rabu 21 Desember 2022. - Rezza Rizaldi-radartasik.disway.id
TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Sidang gugatan praperadilan tersangka kasus dugaan investasi bodong yang diajukan pemohon WW melalui kuasa hukumnya Jono Sujono SH ke Pengadilan Negeri (PN) Tasikmalaya dimenangkan termohon Polres Tasikmalaya.
Dalam sidang putusan praperadilan tersangka kasus dugaan investasi bodong dilangsungkan di Ruang Sidang Candra, Rabu 21 Desember 2022. Kasus dengan nomor perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Tsm itu dipimpin Hakim Ketua, Rahmawati Wahyu dengan Panitera, Medi E Lukia.
Dalam sidang tersebut hakim tolak praperadilan dan menilai penetapan tersangka telah memenuhi 2 alat bukti.
"Permohonan pemohon dalam pra peradilan ini tak beralasan dan ditolak. penetapan tersangka telah memenuhi 2 alat bukti dan sah menurut hukum," ujar Hakim dalam persidangan tersebut.
Advokat Bidkum Polda Jabar, H Atang Hermana SH MH sebagai termohon menuturkan, dengan putusan tersebut pihak Polres Tasikmalaya melanjutkan penyelidikan kasus dugaan investasi bodong tersebut.
"Kita tetap melanjutkan penyelidikan kasus ini. Karena kan masih banyak fakta-fakta yang belum digali oleh penyidik," tuturnya.
"Jadi Alhamdulillah tindakan kita menetapkan tersangka, melakukan penangkapan dan penahanan dianggap sah menurut hakim," sambungnya.
Sementara itu Kuasa Hukum Pemohon, Jono Sujono SH mengatakan, putusan tersebut sudah menimbang dan mengingat apa yang diputuskan.
"Akan tetapi kalau kita mengacu dan paham KUHAP pasal 77, itu harus ada keterangan terdakwa. Harus digaris bawahi keterangan terdakwa atau calon tersangka sebetulnya hal itu paling mendasar," tambahnya.
Jelas dia, keterangan itu menjadi dasar untuk memberikan keterangan benar-benar ada kepastian untuk memenuhi alat bukti serta bentuk pengakuan dari calon tersangka.
"Dasar yang paling fundamental adalah hak asasi manusia. Karena berpijak pada Undang-Undang. Kalau kita mengacu pada Perkap 19, itu hanya ruang teknis Kepolisian," jelasnya.
Dengan keputusan hakim tersebut, tukas dia, langkah selanjutnya dari kuasa hukum tetap berupaya, artinya secara kode etik Kepolisian pihaknya akan melaporkan ke Propam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: