Keteladanan dan Fitrah Profesi Guru Sebagai Ing Ngarso Sung Tulodo
ZenZen Zakiyah S.Pd. Mahasiswi S2 PGSD UPI Tasikmalaya.-Foto:dokradartasik.disway.id/dokzenzen-
RADARTASIK.COM - Guru merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan, memegang peranan besar dalam memanusiakan manusia untuk membangun generasi madani.
Guru ideal terpresentasikan sebagai pemimpin, fasilitator, dan motivator bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan hakikat kemanusiaan.
Namun demikian fenomena yang terjadi saat ini, tidak semua guru yang mau menekuni profesinya secara utuh dan total. Ada beberapa yang justru lebih menekuni bidang lain. Hal pun menjadi sesuatu yang lumrah dan tidak dapat dipersalahkan. Beberapa penyebabnya diantaranya kesejahteraan guru yang belum merata.
Masih banyak guru yang berstatus honorer meskipun sudah mengabdi puluhan tahun. Ada juga guru yang lebih senang eksis, aktif di organisasi, sibuk mengelola usaha pribadi, sehingga kewajibannya sebagai pendidik banyak terabaikan. Fenomena-fenomena ini muncul dan menjadi satu persoalan bersama yang harus ada solusinya.
Mendidik meliputi mengajar, membimbing dan melatih. Mengajar sebagai jembatan membangun moral knowing (pengetahuan tentang moral), membimbing sebagai jembatan membangun moral feeling(perasaan tentang moral), dan melatih sebagai jembatan membangun moral action (perbuatan atau tindakan moral).
Dengan demikian seorang guru sejatinya bukan hanya mentransfer pengetahuan, melainkan berperan membangun karakter peserta didik sehingga terdapat keseimbangan antara kompetensi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik).
Ironinya masih banyak pemahaman terkait profesi guru sebagai pekerjaan yang sangat mudah dilaksanakan, sehingga terjadi ledakan besar peminat profesi guru. Di sisi lain lulusan sekolah keguruan cukup besar dan di satu sisi kesejahteraan guru pun banyak yang terabaikan.
Hanya guru-guru yang berstatus sebagai pegawai pemerintah yang sudah ada jaminan untuk tingkat kesejahteraannya. Guru honorer guru kontrak yang tersebar di berbagai satuan pendidikan banyak yang belum mendapatkan upah layaknya seorang pendidik generasi penerus bangsa.
Sejatinya terdapat 10 fitrah guru yaitu beradab, shalih, cerdas, kreatif inovatif, komunikatif, berjiwa peduli dan empati, guru pada dasarnya pendidik, guru pada dasarnya penggerak, dan guru pada dasarnya teladan terbaik. Guru merupakan amanah mulia, maka marilah laksanakan tugas dan kewajiban sesuai fitrah seorang guru.
Berkaitan dengan hal tersebut, di era digital ini seyogyanya dalam mendidik setiap guru menerapkan metode among atau sistem among yang merupakan pemikiran tokoh pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara.
Sistem among ini berarti memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan pribadinya, bakatnya, kemampuannya, cita-citanya. Hal ini akan memberi implikasi bagi peranan pendidik dan peranan anak didik secara eksplisit dan implisit yang tertuang dalam semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo artinya, seorang pendidik harus dapat digugu dan ditiru.
Dalam hal ini pendidik harus memiliki perangai yang baik. Ing madya mangun karso, yang bermakna menghidupkan semangat atau karsa para anak didik dan tut wuri handayani yang mengandung makna seorang pendidik harus mampu memberi keteladanan, memotivasi, dan memupuk semangat belajar anak didik.
Dalam rangka melaksanakan perannya sebagai pendidik hendaknya berpihak pada murid, sehingga dalam proses pendidikan peranan anak didik adalah bebas mewujudkan berbagai potensi atau minat dan bakatnya melalui belajar secara aktif dan kreatif, baik mandiri atau kelompok.
Dengan mengakui kebebasan/kemerdekaan anak didik, karena sesungguhnya pendidikan tidak hanya ketertiban dan keharusan, sehingga pendidik tidak mengabaikan dan meremehkan kualitas dan bakat anak didik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: