Hidup Fanatisme
Tugu Singa Tangguh di Stadion Kanjuruhan Malang yang didatangi banyak orang untuk tabur bunga menyampaikan duka dan berdoa untuk para suporter yang meninggal dunia dalam tragedi.--
Kapolres/ta/tabes, adalah remnya. Ia harus menginjak rem itu ketika jalannya mobil sudah berbahaya. Tapi tidak bisa juga rem itu diinjak terus. Mobil tidak akan bisa berjalan. Untuk apa ada rem kalau mobilnya diniatkan untuk tidak berjalan.
Kadang mobil harus nyenggol pagar. Atau tiang. Itu masih normal. Jangan sedikit-sedikit harus injak rem.
Cara mengerem pun harus terukur. Rem yang terlalu mendadak bisa membuat mobil terguling --seperti di Kanjuruhan.
Menggairahkan warga lewat olahraga adalah resiko yang terendah. Daripada lewat fanatisme suku. Atau marga. Atau ras. Atau golongan. Apalagi agama.
Tapi mengelola olahraga tidak sama dengan mengelola ormas atau partai. Bahasa yang digunakan juga harus bahasa olahraga - -bahasa bola untuk sepakbola.
Bahayanya hanya satu. Untuk zaman sekarang: yakni kalau sudah ada yang pansos lewat sepakbola. Atau berusaha mempolitikkan sepakbola. Dan olahraga lainnya.
Rochland Yoseph punya pengamatan yang bagus. Soal fanatisme Aremania itu. Ia anak kiai di Malang. Bapaknya dulu Ketua Ansor. Nama sang ayah Suyanto. Bahwa ia memberi nama anaknya Yoseph itu karena bapaknya ’’usil’’ saja. Usil khas Malang.
”Pas proses pemilihan Ketua Ansor ayah dikritik setengah guyon oleh teman-temannya. Ansor kok namanya Suyanto. Gak ada Arab-arabnya blas. Ayah saya tergelitik sehingga nama anak-anaknya malah dibikin unik. Saya Rochland Yoseph, aslinya dari nama Kakek (Yusuf) + lahir saya September,” katanya.
Yoseph sudah nonton Arema sejak tahun 1987, sejak Arema didirikan oleh Brigjen Acub Zaenal dan Kolonel Ebes Sugiyono, walikota Malang. Ia pernah ikut demo dan bentrok dengan suporter Persebaya. Tapi levelnya hanya seperti mobil nyerempet pohon.
”Sejak ada Aremania, fanatisme kampung beralih ke Arema. Tidak ada lagi perkelahian antara gang di kampung-kampung,” kata Yoseph.
Rochland Yoseph--
Kini Yoseph sudah berumur 46 tahun. Ia kini berkelahi dengan pohon-pohon sawit di Kalimantan. Ia jadi manajer di perusahaan sawit yang cukup besar, sebagai business process improvement. Ia lagi mengembangkan drone untuk mengontrol kebun sawit. Fanatisme itu kini ia curahkan ke sawit.
Contoh dari Yoseph itulah yang saya maksud dengan bahwa fanatisme itu baik. Asal terkelola dengan benar. Mereka yang waktu mudanya bergairah itu, kelak akan bergairah juga ketika mendapat kesempatan di dunia kerja.
Hidup seperti pohon bukanlah hidup. Mobil mogok bukanlah mobil. (*)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 5 Oktober 2022: Harapan Kanjuruhan
Ghost It Is
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: