Jahat Enak

Jahat Enak

Nasrullah bekerja di perusahaan pengeboran minyak lepas pantai. Untuk ke tempat kerjanya ia harus naik speed boat tiga jam. Ke tengah laut. Di selat Makassar. Berangkatnya dari pantai Senipah, dekat Balikpapan. Karena itu setiap tiga bulan ia mendapat libur tiga minggu.

Untuk apa ia membawa shower kecil yang berlubang banyak itu?

Ia tidak mau air dari teko dikucurkan begitu saja ke bubuk kopi. "Tekanan airnya tidak akan bisa merata menimpa bubuk. Bagian tertentu di bubuk itu mendapat tekanan lebih. Bagian lain kurang tekanan," katanya. Dengan air panas dilewatkan shower jatuhnya air merata.

Bubuk kopi dari dalam penggilingan itu ia tuangkan ke kertas khusus –kertas penyaring.

Kertas itu ia letakkan di atas corong. Corong itu ia letakkan di atas teko. Air 95 tadi ia kucurkan ke atas shower. Air dari shower inilah yang menetes rata ke seluruh permukaan bubuk kopi yang di atas teko.

Jadilah kopi yang siap diminum.

Ups... Belum. Ia putar-putar dulu teko itu. Putarannya ke arah kiri. Mirip para penggemar red wine memutar gelas berisi anggur merah.

Selesai.

Ia cium aroma dari dalam teko itu. Ia terlihat puas.

Gelas-gelas kecil disiapkan untuk kami berempat. Pelit sekali. Gelas ini kecil sekali. Isinya pasti sedikit sekali. Gelas ini tebal sekali, terutama separo bagian bawahnya.

Jo buru-buru menyajikan air soda ke saya.

"Minum dulu soda ini sedikit. Baru minum kopinya nanti," ujar  Jo.

Ia pemilik bengkel khusus: mobil-mobil mahal. Supercar. Jo jugalah yang sedang memodifikasi mobil Jaguar saya. Untuk dijadikan mobil listrik.

Mengapa harus minum air soda dulu? “Biar mulut kita netral. Dengan demikian bisa merasakan rasa kopi sesuai dengan rasa sejatinya," ujar Jo.

Saya seruput air soda dingin itu. Sedikit. Saya tidak suka soda. Juga tidak suka air dingin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: disway.id