Bank Dunia: Utang Negara Terus Memburuk, Jadi Masalah bagi Pertumbuhan Ekonomi Global

Bank Dunia: Utang Negara Terus Memburuk, Jadi Masalah bagi Pertumbuhan Ekonomi Global

Radartasik, Utang negara-negara di dunia menjadi perhatian Bank Dunia. Diperkirakan krisis Utang negara-negara di dunia terus memburuk pada 2022.

Indikator Bank Dunia yaitu tekanan keuangan yang parah akibat tingkat utang dan defisit yang tinggi.

Menurut Presiden Grup Bank Dunia, David Malplass, utang adalah salah satu dari dua masalah besar yang dihadapi pertumbuhan ekonomi global

Apalagi 60 persen negara berpenghasilan rendah sudah cukup dalam mengalami kesulitan utang atau berisiko tinggi.

"Krisis utang dan depresiasi mata uang memiliki beban yang sangat membebani orang miskin," kata David Malplass, dilansir dari Xinhua, Selasa, 19 April 2022.

Pernyataan David Malpass datang hanya beberapa hari setelah dia, bersama dengan Kepala IMF, Program Pangan Dunia PBB, dan Organisasi Perdagangan Dunia menyerukan tindakan mendesak dan terkoordinasi pada ketahanan pangan untuk membantu negara-negara rentan di tengah melonjaknya harga dan kekurangan pasokan.

Menurut David Malplass, masalah besar lainnya untuk pertumbuhan global adalah inflasi, yang menyebabkan ketegangan besar. 

Kebijakan perlu disesuaikan untuk meningkatkan pasokan, bukan hanya meningkatkan permintaan.

"Pasar melihat ke depan sehingga penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk menyatakan pasokan akan meningkat dan kebijakan mereka akan mendorong stabilitas mata uang untuk menurunkan inflasi dan meningkatkan tingkat pertumbuhan," jelasnya.

David Malplass mengaku prihatin dengan negara-negara berkembang di tengah perang Ukraina-Rusia yang menghadapi kenaikan harga mendadak untuk energi, pupuk dan makanan, dan kemungkinan kenaikan suku bunga.

"Perang Rusia-Ukraina dan pertumbuhan yang melambat di Tiongkok, Bank Dunia telah menurunkan proyeksi tingkat pertumbuhan global 2022 menjadi 3,2 persen, turun dari 4,1 persen yang diproyeksikan pada Januari," ujarnya.

David Malplass menuturkan, perdagangan global masih menghadapi kuota, tarif impor yang tinggi, tarif ekspor yang tinggi, subsidi harga pangan yang mahal, bahkan larangan ekspor produk pangan. 

"Ini harus dihentikan," ujar David Malplass mengingatkan. (Disway)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: disway.id