Cinta Sejati

thamrindahlan
Berduka cita sedalam dalamnya atas wafat Bapak Bangsa Buya Syafii Maarif. Pemahaman kebangsaan Buya terkait keberagaman sungguh satu hal menyejukkan hati siapa saja. Hal ini menimbulkan kesadaran kesejatian diri bersebab manusia dilahirkan di muka bumi ini tidak bisa memilih. Siapapun seharusnya pasrah atas kejadian dirinya ketika dia berkulit putih, hitam dan juga coklat atau warna lainnya. Itulah takdir. Domain dan otonomi mutlak Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak perlu di permasalahkan lagi. Demikanlah sikap Buya Syafii Maarif nan penuh perhatian kepada siapa saja. Sikap itu terpatri di jiwa Gus Dur serta Bapak Dahlan Iskan dan tentunya kita semua. Dengan demikian kedamaian tercipta ketika perbedaaan itu hanya berkisar pada sebarapa besar sumbangsih kebaikan setiap anak manusia untuk keluarga tercinta, lingkungan, bangsa dan negara dan dunia. Insha Allah Buya Syafii Maarif Husnul Khatimah. Aamiin Ya Rabbal Alamin. Salamsalaman
Mudzakkir H.
Bedakan berpikir liberal dan perpikir moderat... Buya itu berpikir moderat bukan liberal atau sekuler. beliau kaya akan karya dan pemikiran namun tanpa kehilangan identitas keagamaan.
Budi Utomo
Bila Gus Dur dijuluki sebagai Neo-tradisionalis maka Cak Nur dan Buya Syafi’i dijuluki Neo-modernis sekembali Beliau berdua dari Chicago. Gus Dur menyebut Beliau berdua sebagai para pendekar dari Chicago. Apa istimewanya Chicago? Karena baik Cak Nur dan Buya Syafi’i menimba ilmu dari guru Neo-modernis yang sama: Fazlur Rahman Malik (1919-1988). Fazlur Rahman adalah ulama kelahiran Pakistan yang pandangannya semerdeka Gus Dur sampai-sampai difatwa halal darahnya oleh ulama Konservatif di Pakistan. Karena Fazlur Rahman menekankan kontekstual bukan tekstual dari Qur’an. Tahun 1968, Fazlur Rahman bermigrasi ke Amerika Serikat demi keselamatan dirinya. Di Amerika, Fazlur Rahman mengajar di Universitas California dan Universitas Chicago. Buya Syafi’i berkenalan dengan ajaran Neo-modernis dari Fazlur Rahman ketika kuliah S3 di Universitas Chicago. Demikianlah sejarah singkat Sang Neo-modernis, Guru Bangsa, yang inklusif, toleran. Gus Dur nya Muhammadiyah. Selamat jalan Buya. Selamat berkumpul kembali dengan Cak Nur dan Gus Dur.
Lena Wati
Kl ada keadilan , Tak akan ada persoalan yg mengganggu persatuan , Kl ada keadilan , Tak kan ada persoalan kemiskinan , Semoga pesan Guru Bangsa kt ini , Selalu menggema. Bangsa kita dan Generasi muda nya, Tertulari semangat Beliau u/ menggelorakan sila ke 5. Kl tdk ada keadilan , u apalagi kt hidup , apalagi hidup ber"Bangsa" , Selamat Jalan Guru Bangsaku, Murid2 dan Kader2mu senantiasa bertumbuh di Indonesia, bahkan u Dunia.
Jimmy Marta
Perginya guru bangsa. Buya Ahmad Syafii Maarif memberi keteladanan dalam kehidupan sehari hari. Berintegritas tak mau menerima macam2 fasilitas. Tak mempan rayuan harta dan tahta. Berpikiran jernih tempat meminta nasehat. Pemikiran yang moderat. Bervisi untuk persatuan bangsa. Negara Indonesia yg adil sejahtera. Selamat jalan buya. Semoga semuanya dipermudah untuk buya.
Gianto Kwee
Teringat Iklan Sampoerna Mild di tahun 2000 an, "Menjadi Tua Itu PASTI, Menjadi Dewasa Itu PILIHAN" Saya sangat kagum akan beliau dan terus belajar untuk makin Dewasa sampai menjadi Dewasa yang sempurna, yaitu tinggal dirumah Type 21
Mirza Mirwan
Mungkin banyak yang tidak tahu kalau Buya itu humoris. Kalau bercerita riwayat rumahtangganya, siapapun yang mendengar pasti geli. "Lif itu kan cantik, anak saudagar pula, kok ya mau jadi isteri orang miskin seperti saya," kata Buya. Lif adalah panggilan isteri beliau, Nurkhalifah. Beliau juga memanggilnya "si Kecil", karena perawakan Bu Lif yang kecil. Buya bilang, dulu menikahi Bu Lif tanpa modal -- semuanya ditanggung mertuanya. Juga cerita bahwa rumahtangganya seperti kebanyakan rumahtangga lain. Sesekali terjadi juga pertengkaran kecil. Tapi begitu selesai bertengkar ya sudah. Tak perlu diungkit-ungkit lagi. Kalau mesti marah ya marah saja, jangan ditahan, nanti malah jadi penyakit. "Makanya saya itu heran, punya isteri satu saja ribut, gimana yang 3, 4, itu, ya!" kata Buya. Buya juga memuji Bu Lif sebagai sangat dermawan. Buya mengaku kalah soal kedermawanan itu. Itulah Buya Ahmad Syafii Maarif, Guru Bangsa, yang meninggal dalam usia 87 tahun (kurang 4 hari). Sebagai penerima Bintang Mahaputera Utama, Buya pasti tahu bahwa kalau meninggal ia berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Tetapi ia malah sejak Februari lalu sudah pesan 'kavling' di Pemakaman Muhammadiyah Khusnul Khatimah, di Kulon Progo. Kemarin itu saya sedih juga. Rencananya bakda Jumatan mau berangkat ke Yogya, tspi anak teman saya bilang jenasah Buya akan dimakamkan bakda Ashar. Jadinya hanya bisa Shalat Ghaib seusai shalat Jumat.
Akagami Shanks
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: