Cinta Sejati

Cinta Sejati

Di sela-sela konferensi itu saya melihat pameran senjata. Saya tidak membelinya. Untuk apa. Sulit juga dibawa pulang. Lihat IG @dahlaniskan19. 

Sampai sekarang, tiap tiga bulan, saya dikirimi majalah NRA. Di alamat saya di Amerika.

Mereka tidak mau perdagangan senjata disalahkan. Yang salah adalah orangnya.

Maka penembakan seperti di Uvalde itu belum yang terakhir. Tetap akan terjadi lagi.

Apa boleh buat. 

Berita duka lainnya: suami guru Garcia meninggal dunia. Hanya dua hari setelah sang istri tewas. Mereka mempunyai 4 anak. Yang sulung sedang pendidikan militer. Yang nomor 2 masih kuliah. Yang bungsu masih berumur 13 tahun. "Ia meninggal karena terlalu sedih campur kaget," kata sepupunya. Dua hari ditinggal sang istri ia begitu murung. 

Sang istri adalah cinta sejatinya. Cinta seumur hidupnya. Cinta sejak sama-sama di SMA. (Dahlan Iskan)

 

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Buya Perhatian

edi hartono

Selamat jalan Buya. Tokoh besar penjaga persatuan bangsa. Satu persatu negara ini ditinggalkan guru2 bangsa. Sebelumnya yg sudah mendahului adalah cak Nurcholis Madjid juga KH Hasyim Muzadi. Nama guru2 bangsa yg pernah saya lihat semasa hidup. Yang selalu mengingatkan pentingnya persatuan dan kerukunan; disaat2 dimana muncul figur2 yg mencolokkan perbedaan dan identitas pribadi mereka di mata publik yg beragam warnanya. 

Mirza Mirwan

Man of Integrity. Itulah sebutan yang tepat untuk Buya Ahmad Syafii Maarif, Guru Bangsa yang berpulang kemarin pagi. Saya beberapa kali bertemu beliau, justru setelah beliau tidak menjadi Ketum PP Muhammadiyah. Di Yogya (Perumahan Nogotirto) maupun di Jakarta. Kalau apartemen yang dimaksud Pak DI tadi yang di Kuningan, sebenarnya pemberian seoran pengusaha (saya lupa namanya) yang tidak sampsi hati bila tokoh panutannya harus tinggal di hotel tiap kali ke Jakarta. Maka kalau ditanya soal apartemen itu, beliau bilang punya teman beliau. Beliau hanya sekadar menempati. Kalau saja pengusaha tersebut bilang sebelumnya, beliau pasti menolak. "Kalau tidak sanggup bayar hotel, toh saya bisa tidur di Maarif Institute," kata beliau. Buya berpantang menerima pemberian orang. Maka sia-sia saja bila orang mencoba memberi gratifikasi dalam kedudukan beliau sebagai anggota BPIP, sejak masih menjadi Unit Kerja Presiden. Jauh sebelum meninggal beliau pernah dirawat juga di RS PKU Muhammadiyah. Sebagai mantan Ketum PP, pihak RS menggratiskan biaya perawatan beliau. Tetapi beliau ngotot ingin membayarnya. Ceritanya berbeda kalau soal urusan royalty buku-buku beliau. Meski jumlahnya tidak seberapa beliu pantang dirugikan. Menurut saya, Buya benar-benar meneladani akhlak Pak AR -- bukan Amien Rais, lho, tetapi Abdul Rozak Fakhrudin. Sayangnya, kalau saya teruskan pasti terhalang batas karakter. Tabik.

Johan

Selamat jalan Guru Bangsa. Terima kasih untuk karya dan kontribusinya yang luar biasa untuk bangsa. Saya komentar sedikit mengenai Popwe yang Abah DI sebut di artikel. Potongan bilah bambu bernomor yang dikocok dikenal dengan nama Ciam Sie, (Mandarin : Qian Shi). Sebuah sarana untuk meramal yang bisa ditemukan di Kelenteng Konghucu, Tao, Tridharma, dan Budha Mahayana Tiongkok. Ciam Sie ini merupakan teknik meramal yang disederhanakan dari teknik meramal Yijing (Book of Changes / Kitab Perubahan). Dimana setiap bilah bambu diberi nomor atau langsung ditulis dengan syair atau cerita singkat yang diambil dari puisi dan cerita Tiongkok klasik. Hasil kocokan akan dibaca dan ditafsirkan oleh imam atau tetua agama yang bertugas di kelenteng. Mengenai akurasi dan kemanjuran hasil ramalan tergantung yang minta diramal dan kelihaian yang menafsirkan ramalan. Praktik Ciam Sie ini disamping meramal juga sebagai media konsultasi atas permasalahan hidup yang dihadapi orang yang minta diramal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: