Tunggu Ahli

Tunggu Ahli

--

Saya masuk ke dalam tenda keluarga Fadil. Hujan membuat jalan setapak menuju tenda itu dialiri air. Tenda Fadil yang paling ujung. Saya melewati tenda-tenda tetangganya. Semua sudah senyap. Mungkin sudah pada tidur. 

Di dalam tenda Kang Fadil ini terlihat dua kasur besar terhampar di situ. Lantainya terbuat dari terpal. Di seputar tenda dibuatkan aliran air. Agar di saat hujan seperti ini air tidak masuk ke dalam tenda.

Pesawat TV dari rumahnya ia angkut ke dalam tenda. Demikian pula dispenser. Hanya dua barang itu yang ada di dalam tenda. Barang lainnya, termasuk pakaian, tetap di rumah yang retak. Alat-alat dapur ada di dapur umum. Di sebelah kompleks tenda. 

Tenda Fadil bahkan berpintu. Kusen dan pintu kayu itu diminta dari rumah yang roboh total akibat gempa. Beberapa rumah di dekat situ memang roboh total. Ada yang mobil Xenia-nya masih terimpit di bawah reruntuhan. 

Rumah mertua Fadil termasuk yang roboh total. Ibu mertuanya tergencet lemari yang roboh. Menantunyi mengungkit lemari itu. Lalu menggendong sang ibu mertua ke pinggir jalan.

Korban dan kehancuran terbanyak di arah barat kota. Di lereng Gunung Gede. 

Rumah mertua itu berada di gang sebelah rumah Fadil. Sangat dekat. Di situ tinggal ibunya, adiknya dan suami adiknya. Mertua laki-laki Fadil sudah lama meninggal dunia. Jauh sebelum Fadil jadi menantunya.

Ayah mertua itu yang dulu membeli tanah yang kini ditempati rumah Fadil. Fadil mengenal istrinya sebagai sesama penggemar radio GSP, almarhum. Yakni saat sesama pendengar mengadakan copy darat. Lalu Fadil sering mengirim salam dan lagu lewat radio yang sama. Akhirnya kawin.

Waktu itu Fadil belum jadi wartawan. Ia masih bekerja di perusahaan mebel Olympic. Setelah menjadi wartawan Radar Cianjur –pesaing berat Cianjur Ekspress yang pemiliknya sama– Fadil sering melihat Google. Ia cari-cari model bangunan rumah minimalis. Selama satu minggu Fadil membanding-bandingkan gambar di Google. Hasilnya ia rundingkan dengan istri. Setuju. Pilih yang itu. Fadil akan membangun rumah di tanah mertua persis seperti rumah yang ada di Google.

Fadil pun menemui tukang di kampung itu. Ia dikenal sudah biasa membangun rumah. Rumah di seberang tanah mertua itu pun orang itu yang membangun.

Maka Fadil menyerahkan foto dari Google itu. "Tolong bangunkan rumah persis di gambar ini," kata Fadil pada tukang tersebut.

Fadil tidak memberi arahan apa pun. Soal fondasi, balok dan slop diserahkan sepenuhnya pada tukang tersebut. "Saya tidak mengerti apa-apa soal bangunan," katanya.

Maka rumah Fadil dibangun tanpa gambar konstruksi. Ia tidak pernah memikirkan untuk memakai jasa arsitektur. Anggapannya: arsitektur itu mahal.

Tiap hari Fadil menengok orang itu mengerjakan rumahnya. Hanya satu orang itu yang bekerja, ditambah satu pembantu tukang. Empat bulan selesai. Fadil tidak pernah melakukan koreksi apa pun terhadap karya tukang tersebut. "Saya masih ingat ongkos tukang itu, Rp 100.000/hari. Pembantunya Rp 80.000/hari," katanya. Itu tahun 2017.

Rumah itu dua lantai. Saya tidak berani naik ke lantai atas. Takut roboh. Yang jelas, rumah ini belum lunas. Biaya membangun tadi ia dapat dari kredit bank: Rp 200 juta. "Baru dua tahun lagi lunas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: