Siapa Membunuh Putri (10) - Beradu Headline
--
Hari-hari kami menegang menjelang terbit. Apalagi saya. Semuanya seperti saya pertaruhkan untuk edisi perdana itu. Konsep koran kami meniru yang sudah dipakai di grup kami, apa yang saya bilang sebuah gagasan sederhana tapi bisa dicatat sebagai sebuah inovasi besar.
Saya ingat dulu di Suara Balikpapan pada awalnya pun belum menerapkan konsep pembagian sesi itu. Jadi koran dibagi tiga atau minimal dua sesi. Sesi nasional dan sesi lokal. Ini bukan sekadar pembagian cakupan berita, tapi terkait deadline dan giliran cetak. Sesi lokal digarap dan dicetak lebih dahulu, lalu menyusul sesi nasional atau sesi utama. Sederhana tampaknya, tapi efeknya terbangun kepekaan dan pengelolaan isu. Berita lokalpun apabila cakupannya besar bisa masuk di sesi utama itu.
Ketegangan memuncak di malam terbit perdana! Saya lihat Ferdy membawa anak dan istrinya ke kantor. Mungkin keluarganya jadi saksi momen bersejarah itu.
Hari itu polisi menemukan pembantu dan anak polisi yang istrinya menghilang. Keduanya sembunyi di sebuah hotel kecil di kompleks pertokoan di Kawasan Tanjung Kawin, di lokasi yang agak terpencil. Polisi hanya memberi keterangan itu, tak ada media yang diberi akses pada keduanya. Yang menemukan adalah tim yang dibentuk sendiri oleh AKPB Pintor, polisi yang kehilangan istri itu. Ini bagian yang aneh. Belum ada keterangan soal istrinya.
Siang hari tadi Ferdy datang dengan informasi yang tak dirilis humas polisi tentang penemuan koper di hutan menuju Pelabuhan Telaga Pinggir. Koper merah muda itu ditemukan pemulung. Ada bau bangkai menusuk, dan oleh si pemulung segera dilaporkan ke polsek terdekat. Tentang koper merah muda itu disebut-sebut sejak semula ikut hilang bersama hilangnya istri polisi itu. Ferdy bahkan dapat informasi detail itu koper dibeli di toko apa dan dengan harga berapa.
Saya berdebat panas dengan Bang Eel soal berita apa yang harus jadi headline di edisi perdana itu. Aku yakin untuk menjadikan penemuan koper merah muda itu itu sebagai sebagai berita utama. Bang Eel ingin dengan rencananya semula, yang sudah disiapkan matang sejak beberapa hari lalu, berita tentang hari pertama kerja di pabrik perakitan Maestrochip Corp. Sudah ada seribu orang yang mulai bekerja di sana. Bang Eel dapat foto bagus sekali, suasana di dalam pabrik, para pekerja beratur dengan mesin-mesin rumit dan besar.
”Kita bukan koran kriminal, Dur. Jangan kebawa-bawa Metro Kriminal,” kata Bang Eel.
Saya mendebatnya.
”Ini bukan soal kriminal, Bang. Ini soal keamanan. Dan itu terkait dengan investasi. Kalau istri AKBP aja bisa hilang, dibunuh, gimana nasib puluhan ribu pekerja perempuan itu, Bang. Berapa Sandra lagi harus mati…”
Bang Eel melemah. Ia berkompromi. Ia menyetujui pendapatku.
Dan pagi itu wajah kora seperti dipenuhi oleh tiga koran dengan headline yang berbeda. Metro Kriminal dengan berita utama Pembantu dan Anak Polisi Ditemukan, Istrinya Masih Hilang. Podium Kota menjual headline Maestrocorp Mulai Berproduksi!. Dinamika Kota juga memuat berita Maestrocorp sebagai headline kedua, dan berita utama yang mencolok: Siapa Membunuh Putri. Tanpa tanda tanya.
Semalam judul itu harus diperdebatkan dulu. Bang Eel hanya ingin yakin dengan kata ”Membunuh”. Saya katakan jelas itu pembunuhan. Mula-mula soal penemuan koper. Polisi Polsek Telagapinggir yang pertama mendapat laporan sempat memberi keterangan pada Ferdy yang beruntung sekali kebetulan sedang berada di sana. Ferdy mendapat foto koper merah muda itu dalam mobil patroli dibawa dari TKP ke Polresta. Polisi itu juga memberi keterangan dugaan isi koper tersebut mayat. Dia memang tak membukanya, karena penemuan itu segera dilimpahkan ke Polresta. Ferdy juga mengunjungi TKP berdasarkan info dari petugas polisi Polsek Telagapinggir itu.
”Kayak dibuang di tempat yang sengaja agar cepat ditemukan,” kata Ferdy. Humas Polresta yang semalam dikonfirmasi mengiyakan penemuan tersebut tapi belum mau beri keterangan lebih lengkap. ”Tunggu besok saja. Tapi betul soal koper merah itu. Itu memang milik korban,” katanya.
Dan itu cukup.
Malam itu saya tidur di kantor. Selain karena capek dan tegang, memastikan koran dicetak sampai mesin cetak berhenti, saya suruh Ferdy ajak anak dan istrtinya tidur di rumah kontrakan saya. Sampai dia dapat rumah kontrakan sendiri. Ia tak enak sama keluarga istrinya yang mereka tumpangi sejak pertama kali datang ke kota ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: