Pesta HUT Kota Tasikmalaya: Kemeriahan Pejabat di Tengah Kesengsaraan Rakyat!

Pesta HUT Kota Tasikmalaya: Kemeriahan Pejabat di Tengah Kesengsaraan Rakyat!

Aktivis PMII Kota Tasikmalaya, Deden Faiz Taptajani. Istimewa--

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM - Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Tasikmalaya, Deden Faiz Taptajani, mengkritik perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Tasikmalaya yang ke-23. 

Ia menilai bahwa Pemerintah Kota Tasikmalaya tidak seharusnya mengedepankan kemeriahan tanpa menyentuh isu-isu penting yang dihadapi masyarakat.

Deden menilai acara Tasik Oktober Festival (TOF) yang digelar setiap bulan Oktober hanya menampilkan kesenangan bagi segelintir orang. 

"Seharusnya, hari jadi Kota Tasikmalaya menjadi momen refleksi bagi pemerintah untuk memberikan kado kesejahteraan bagi warganya," ujarnya kepada Radar Tasikmalaya, Kamis 10 Oktober 2024.

BACA JUGA:Bangkitnya Gen-Z: KH Aminudin Bustomi Dorong Perubahan Politik dan Pembangunan di Kota Tasikmalaya!

Ia mengungkapkan bahwa saat ini Kota Tasikmalaya menghadapi sejumlah masalah serius. 

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024, jumlah penduduk miskin mencapai 76.710 jiwa dengan persentase 11,10 persen. 

Garis kemiskinan berada di Rp565.377 per kapita per bulan, dengan Indeks Kedalaman kemiskinan 1,35 dan Indeks Keparahan kemiskinan 0,26.

"Ini merupakan pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kota Tasikmalaya, ditambah lagi dengan persoalan geng motor dan meningkatnya angka kriminalitas," tegas Deden.

BACA JUGA:Sukseskan Pilkada 2024: Kabupaten Tasikmalaya Bidik Partisipasi Pemilih Hingga 80 Persen!

Ia juga menyoroti masalah volume sampah yang mencapai 180-200 ton per hari, yang tidak menunjukkan penurunan signifikan dalam sepuluh tahun terakhir. 

"Semua ini adalah masalah yang belum mampu diselesaikan oleh pemerintah, sementara mereka sibuk menggelar perayaan," tambahnya.

Deden mengkritik acara helaran budaya yang dihadiri oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seolah-olah bersolek untuk menarik perhatian masyarakat. 

"Masyarakat hanya dijadikan penonton keceriaan para pejabat, seperti yang terjadi pada zaman penjajahan," cetusnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: