Ngaji Wagiman

Ngaji Wagiman

--

Gajinya sebagai pembantu ia kirim ke desa. Ia bangun rumah ibunya. Komisi besarnya dari pembelian tanah ia pakai menaikkan haji ayah dan ibunya.

Wagiman lulusan SD; tapi pemikirannya seperti arsitek dan pimpinan proyek. Ia pun menemukan takdirnya: jadi kontraktor. Ia selalu mendapat proyek membangun rumah perorangan. Kian banyak. Kian besar.

Meski sudah kaya, Wagiman terus menjaga hubungan dengan kampungnya di Pati. Ia kawini gadis desanya. Punya dua anak: laki-perempuan. Di desanya sudah  ada masjid. Bahkan tiga. Lebih banyak lagi langgarnya. "Sekarang tiap RT punya musala," katanya.

Islamisasi jelas terjadi di desa-desa. Selama Orde Baru.

Rupanya kualitas bangunan proyek Wagiman selalu memuaskan bohirnya. "Saya tidak pakai pembukuan. Yang penting untung meski sedikit," katanya.

Tentu ia disalahkan teman-temannya. Ia pun mencoba membuat pembukuan. "Gara-gara pembukuan itu saya tergoda untuk mengurangi spesifikasi. Untuk menghemat. Akhirnya kualitas bangunan menurun," katanya. "Sejak itu saya kembali tidak pakai pembukuan. Sampai sekarang," tambahnya.

Kualitas bangunan masjid, madrasah, dan asrama Yanbu'ul Qur'an pun dibuat istimewa. Bagus dan indah "Ini sekolah atau hotel bintang empat," ujar Wagiman menirukan komentar tamu yang datang. "Tamannya pun saya buat bagus. Demikian juga kolam renang dan lapangan sepak bolanya," ujar Wagiman.

Tahun depan Wagiman ingin meneruskan impiannya: membangun sekolah yang sama untuk putri. Lokasinya di seberang jalan raya jurusan Pati-Kajen. Sisi timur pondok putra, sisi barat putri.

Sejak punya pesantren itu, para kiai di Pati minta agar nama Wagiman diislamkan. Masak punya pesantren namanya Wagiman. Maka Wagiman menjadi Ibrahim Wagiman. Justru agak wagu. Karena itu Wagiman tetap bernama hanya Wagiman di KTP-nya. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 17 Januari 2023: Sobekan Irawan

Agus Suryono

LEAD DAN JUDUL.. Orang lain merdeka tahun 1945. Saya merdeka tahun 1971. Tadinya saya ikut orang. Menjadi ART. Dari kelas 2 SD sampai kelas 2 SMP. Saya tidak jadi ART lagi sejak cerita anak2 yang saya tulis rutin dimuat di majalah anaj-anak Gatotkoco, suplemen harian KR Yogya. Kemudian juga rutin menulis di majalah SEMANGAT (majalah muda-mudi Katholik), harian El Bahar, Mingguan MM, Scientiae, dll. Sampai-sampai, saat SMA sempat bercita-cita jadi penulis dan atau pengarang. Tapi kemudian batal. Gara-gara, setiap hari sulit tidur. Dan setiap pagi, saat jongkok (maaf), sambil melamunkan isi tulisan. Sampai sering dikwtok-ketok pintunya. "Hei, gantian.." Tetapi yang paling berat adalah melamunkan judul dan lead. Saat itu dalam gaya saya menulis, termasuk menulis lead dan judul, saya ikutan majalah Tempo: "Paduan antara karya sastra dan jurnalistik." Akhirnya masuk BUMN. Dan karier saya terbantu karena terbiasa menulis itu. Sempat juga saat udah tua, ditunjuk jadi pemimpin redaksi majalah profesi.. #riwayatku..

bagus aryo sutikno

Berarti Bli Leong kaum MODERAT cak Mul. MOdal DEngkul dan uRAT. Ha... Ha... Ha...

bagus aryo sutikno

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: