Merencanakan Nasib

Merencanakan Nasib

Presiden Jokowi meresmikan Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak di Kabupaten Mempawah, Kalbar, 9 Agustus 2022 lalu.--

Alangkah idealnya kalau hilirisasi bauksit dilakukan di Kalbar. Seperti juga sukses hilirisasi nikel di Morowali. 

Sebenarnya agak aneh kita punya pabrik aluminium di Kuala Tanjung, Sumut. Provinsi itu sama sekali tidak punya bauksit. Bahan baku untuk Sumut itu diimpor dari Australia.

Sedang Kalbar punya bahan baku melimpah. Justru tidak punya industrinya. Kebalikan dengan  Sumut yang punya industrinya tanpa punya bahan baku.

Itu karena di Kuala Tanjung tersedia sumber listrik murah: dari PLTA Asahan. Dengan cara memanfaatkan limpahan air dari Danau Toba. Jepang membangun PLTA itu. Khusus agar Jepang bisa membangun pabrik aluminium di Kuala Tanjung. Bahan baku bisa diimpor.

Masalahnya, Kalbar tidak punya sumber listrik murah seperti itu. Berarti jalan buntu. 

Kecuali pemerintah berani memutuskan ini: membangun pembangkit tenaga nuklir di pulau kecil di tengah laut itu. 

Luas pulau itu rasanya lebih 200 hektare. Jauh dari daratan. Aman. Apalagi dengan teknologi nuklir masa kini. 

Kalau semua itu bisa terwujud maka kita harus ingat: lokomotif pendorongnya adalah investasi Rp 3 triliun di pelabuhan Kijing itu.

Maka bisa jadi yang sekarang dianggap pemborosan itu ternyata lokomotif besar masa depan. 

Gara-gara pelabuhan itu, jalan dilebarkan. Industri sawit dibangun. Hilirisasi bauksit terwujud. Listrik nuklir jadi kenyataan. 

Maka Kalbar pun tidak hanya berstatus provinsi penerima nasib. Ia bisa merencanakan nasib. Kalau sempat. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 4 Desember 2022: Cinta Pengkhianat

yea aina

: berdasarkan jumlah suara terbanyak, anda sudah tahu. Pun untuk bisa memenangkan pemilu, hingga "leluasa" menentukan personalia kabinet, diperlukan memenangkan kursi 50%+1%. Mungkin, jawaban pertanyaan kita semua, di bagian penutup tulisan Abah hari ini: jumlah yang memiliki idealisme "bersih" kalah jumlah dibanding kelompok seberang. Cukup pahit dirasakan, tapi itulah kenyataan yang ada. Dimana-mana denga budaya korupsi yang telah merajalela, kiranya cukup sulit bagi seseorang untuk tidak "tergiur" melakukan hal yang sama juga. Apalagi disaat giliran berkuasa sudah di tangan. Kecuali, bagi yang kurang tertarik menjadi kaya, tetapi lebih bahagia bila rakyat sejahtera dan juga kaya yang secukupnya saja. Para pengabdi bagi kesejahteraan rakyat. Sangat langka.

Abu Abu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: