Larangan Transaksi Produk di Media Sosial Disambuat Antusias Pedagang Pasar Singaparna Tasikmalaya

Larangan Transaksi Produk di Media Sosial Disambuat Antusias Pedagang Pasar Singaparna Tasikmalaya

Pedagang pakaian di Pasar Singaparna Tasikmalaya sepi pembeli dengan adanya penjualan produk melalu media sosial. istimewa--

Larangan Transaksi Produk di Media Sosial Disambuat Antusias Pedagang Pasar Singaparna Tasikmalaya

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM - Pedagang pakaian di Pasar Tradisional Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, menyambut antusias larangan transaksi produk di media sosial, termasuk TikTok.

Larangan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permenda) Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha Periklanan Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Selama ini, penjualan online melalui media sosial telah menjadi keluhan serius bagi pedagang konvensional di Pasar Singaparna, khususnya pedagang pakaian dan alat rumah tangga. 

BACA JUGA:Mulai Tergambar, Kenapa di Persib David da Silva-Ciro Alves Sering Tidak Bermain Bersamaan, Ada Pemain Baru?

Banyak diantara mereka bahkan harus menutup usahanya alias gulung tikar karena minimnya pembeli. 

"Saat ini memang sangat sepi setelah adanya penjualan online di media sosial," ujar Yadi Dohun (38), seorang penjual alat rumah tangga di Pasar Singaparna, Selasa 26 September 2023.

Sepinya penjualan ini mulai terasa sejak awal bulan ini, dengan beberapa pedagang mengalami hari-hari di mana tidak ada produk yang terjual melalui media sosial. "Maka saya menyambut baik adanya larangan ini," terang Yadi.

Yeti (45), seorang pedagang pakaian di Pasar Singaparna, juga mengapresiasi larangan tersebut. Ia merasa lebih bersemangat untuk berjualan sekarang. "Larangan ini membuat kami lebih semangat," tutur dia.

BACA JUGA:ICAII 2023 Anugerahi BRI Special Award ’Bank dengan Transformasi Digital Kategori Sustainability’

Menurut Yeti, penjualan produk melalui media sosial, terutama Tiktok, dianggap merugikan pedagang konvensional karena harga produk yang ditawarkan di media sosial jauh lebih murah daripada di pasar tradisional. 

"Barangnya sama, tetapi harganya lebih murah, jadi banyak yang memilih membeli di sana," tambahnya.

Yeti mengungkapkan bahwa penjualan produk melalui media sosial telah mengakibatkan penurunan omset hingga mencapai 70 persen. 

"Saat ini, pendapatan harian saya hanya sekitar 500 ribu rupiah, sedangkan sebelumnya bisa mencapai empat juta rupiah lebih," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: