Radikal Shofa

Radikal Shofa

--

Oleh: Dahlan Iskan

"BANYAK membaca, pikiran terbuka. Banyak bacaan, jadi toleran".

Yang merumuskan kalimat bagus itu putra Blora. Rumahnya penuh buku. Sejak SMP sudah gila membaca.

Kini ia punya kegiatan mulia: bersahabat dengan mantan teroris. Bukan hanya bersahabat. Ia punya program bersama. Namanya: Rudalku. Singkatan dari Rumahku, Daulahku, Bukuku. 

Nama aktivis kita ini: Shofa Ikhsan. Itu nama di cover buku. Nama aslinya Muhammad Mushofa. Diambil Shofa-nya. Lalu ditambah nama bapaknya: Ikhsan.

Ia berusia 49 tahun. Anaknya dua orang. Istrinya lulusan mekanisasi pertanian IPB, kini bekerja di bank asing. 

Shofa sendiri dosen agama Islam di Universitas Indonesia. Dosen tidak tetap. Ia sarjana filsafat dari Universitas Gadjah Mada. Lalu ambil master bidang pemikiran Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ditambah lagi master bidang hukum ekonomi di Universitas Nasional. 

Setamat SMP di Blora, Shofa masuk SMA pondok Tebuireng Jombang. Selama kuliah di UGM ia juga mondok di pesantren Krapyak.

Shofa kali pertama kenal mantan teroris tahun 2011. Waktu itu ia menjadi anggota tim penelitian radikaliame. Ia pergi ke Palu, Bima, Palembang, dan daerah-daerah ''merah'' lainnya.

Dari penelitian itu Shofa tidak hanya tahu, tapi juga gundah-gulana. Terutama ketika melihat upaya deradikalisasi yang mahal dan formal. 

Ia memilih bergaul dan banyak bicara dengan para mantan teroris itu. Mereka itu, ternyata, merasa bosan dengan cara-cara ceramah selama ini. "Ada yang bilang membosankan lalu pilih tidur saja," ujar Shofa mengutip kata-kata mereka. Bahkan ada yang mengaku: kalau didatangkan ke suatu acara, lalu diberi buku, bukunya dibuang waktu tiba kembali di bandara.

Dari banyak mantan teroris yang ia kenal salah seorang mengesankannya: Ki Agus M. Toni. Toni orang dari Ogan Komering Ulu, Sumsel. Anaknya 3 orang. Pekerjaannya: penderes getah karet.

Gus Shofi sampai datang ke rumah Toni. Di tengah hutan karet. Di perbatasan antara OKU (Sumsel) dan Mesuji (Lampung). Di situ rumah penduduk berjauhan.  Kanan kiri rumah Toni adalah kebun karet. Rumahnya rumah lama, rumah batu. Lantainya plester. Ada musala kecil dekat rumah itu. Toni rupanya ustad di kampung tersebut.

Toni terlibat penembakan pendeta di Palembang. Pendeta itu ia tembak dengan pistol. Dari jarak 1 meter. Tewas. Setelah itu ia ingin meledaklah bom di sebuah kafe di Sumbar. Yakni kafe yang banyak didatangi orang bule. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait