Tengah Periode
Presiden AS Joe Biden. Ilustras: Syaiful Amri/Disway.id--
DUA ANAK SAYA JADI DOKTER. Anak pertama, jadi dokter honorer di sebuah RSUD. Saat ini lagi ikut pendidikan dokter spesialis, atas biaya sendiri. Dan tidak ada jaminan bisa kembali ke RSUD ybs. Karena spesialis yang diikuti adalah "Mikrobiologi". Semoga nanti tetap berguna bagi masyarakat.. Anak ketiga, dr gigi. Sudah mennyatakan, tidak mau jadi ASN. Dan tidak akan ikut spesialis. Jadi sekarang praktek mandiri. Dari pagi sampai malam. Dari Senin sampai Minggu. Tapi berkomitmen, tiap triwulan akan ikut 2(dua) kursus ketrampilan dr gigi. Dan setelah 4 tahun berharap, ketrampilannya, setara bahkan di atas spesialis. Semoga terealisir.
Mbah Mars
Hari Minggu/ Malah meriyang/ Hati rindu/ Kurang kasih sayang/
Lukman bin Saleh
Ada yang kurang. Abah tidak memberi bocoran mengapa penambahan dokter spesialis itu sulit? Ini membuat penasaran. Terpaksa sya googling. Baru 2 poin yg saya temukan. 1. Terkait biaya yang sangat mahal. PBIDI sampai bersurat ke Kemdikbud Ristek, apakah biaya yang begitu mahal di Fakultas Kedokteran sudah mendapat persetujuan Kemendikbud Ristek? Tapi surat itu tidak direspon oleh Pak Menteri. 2. Dipersulit Senior. Ini masalah klasik yang sangat ironis. Banyak pihak mengakui ini. Tapi tidak ada pihak yang serius mengatasi. Karena Dokter muda butuh rekomendasi dari dokter senior jika ingin mengambil spesialis. Dengan terlebih dahulu magang di RS sesuai dengan spesialis yang diambil. Dua masalah itu membuat saya gregetan. Karena harusnya gampang diatasi. Untuk biaya bisa dilakukan audit. Apa memang benar harus semahal itu? Kalaupun harus mahal. Pemerintah sediakan saja subsidi. Toh ini juga demi kepentingan rakyat. Biar tidak mengeluarkan biaya mahal berobat ke luar daerah atau luar negeri. Apalagi masalah no 2. Tinggal ubah regulasi. Selesai. Hmmm... benar2 bikin gregetan...
Nurkholis Marwanto
Klaten berhasil mengalahkan kota besar Surabaya. Dalam hal perumahsakitan. Padahal Klaten itu kota kecil sekali. Banyak yang tidak tahu Klaten itu di bagian mana Indonesia. Di Klaten sudah ada RSUD Bagas waras milik Pemkot, RSJD dr RM Soedjarwadi milik Pemprov, dan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro milik Pusat.
Rihlatul Ulfa
Di Tiktok ada seorang perempuan yg membuat video, singatnya tentang bagaimana orang tuanya membiayai dia untuk menjadi dokter spesialis bahkan dari keluarga yg miskin. tapi sayangnya jodohnya datang dan ia sekarang menjadi ibu rumah tangga saja, orang tuanya awal-awalnya kecewa dengan keputusan anaknya yg lebih memilih menikah dan memutuskan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. tapi lama-lama si orang tuanya ikhlas juga. Indonesia sebagian besar rakyatnya menganut sistem 'menikah' seperti anda bisa lulus S3. 'menikah' adalah hal yg paling mulia dibanding keringat orang tua yg diperas bertahun-tahun. setelah itu kebanyakan mereka merasa 'menginginkan' beristirahat dan melupakan karirnya. dokter-dokter yg berhasil sekolah lagi untuk medapatkan gelar spesialis tentu kebanyakan dari keluarga mereka yang sudah menganut sistem 'pendidikan' adalah yg utama. toh mereka bisa saja tetap menjadi dokter walau sudah menikah. besok saya akan tulis besaran biaya untuk menjadi dokter spesialis dari lulusan UI dan UGM. saya akan merincikan dari awal pengeluaran mereka saat bersekolah di fakultas kedokteran, sampai jenjang waktu dan kelulusan menjadi dokter spesialis.
Jimmy Marta
Satu satunya kegembiraan ke rumah sakit adalah saat mejemput yg sudah dibolehkan pulang. Sudah pulih.
Johannes Kitono
Kenapa spesialisasi Kulit selalu dikaitkan dengan Kelamin ? Tentu akan bikin risih dokter wanita yang mau spesialisasi Kulit tapi wajib pelajari penyakit kelamin pria. Tujuan pemerintah bangun RS Vertikal dengan peralatan modern memang bagus dan harus didukung. Tapi inti permasalahan bukan disana. Cukup banyak dokter dan profesor top yang handal di Indonesia. Belum lagi dokter dokter Indonesia tamatan Luar Negeri yang antri dan mau mengabdi di Indonesia. Tapi tidak bisa masuk. Kendalanya di birokrasi pemerintah atau Depkes. Akibatnya,setiap tahun pasien Indonesia bayar Rp.100 trilyun untuk RS Singopore, Penang dan Sarawak saja. Pengalaman General check up di Sarawak hanya RM.800,- atau sekitar Rp.2,5 juta dan satu hari selesai incl konsultasi dengan Cardiolognya. Pasien yang mau operasi tulang bisa dijemput Ambulans RS di Bandara. Silahkan bandingkan ser vicenya dengan di RS Jakarta. Saran untuk Menkes. Perbaiki Managemen Rumah Sakit supaya lebih ramah sama pasien. Jangan menghambat Prodi Specialisasi di FK. Apalagi lulusan LN yang kuliah pakai biaya sendiri dan mau pulang mengabdi di Indonesia.
Sama Konomaharu
Saya akan lihat dari sisi bisnis saja. Katakanlah saya pemilik perusahaan farmasi yang sudah mencetak beberapa obat. Artinya harus laku. Dengan alasan debt equity rasio, balik modal setelah sekolah, balik modal dari penelitian, dst. Apapun, alasan harus di buat. Karena ini membahas bisnis. Lalu, apa yang akan saya lakukan?. Gampang saja. Gerojok pasien dengan obat, atau apapun. Yang penting kena ROI (Retrun Of Investment). Jadi ingat perusahaan mirip k-link, yang untungnya dari hasil pendaftaran wkwk
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: