Rencana Pemerintah Menaikkan Harga BBM Akan Lebih Berisiko Ketimbang Menunda IKN
Ombusman RI ingatkan pemerintah untuk mengambil pilihan menaikkan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat ini. . Foto: jpnn--
Kedua, ada pembangunan infrastruktur yang masih bisa ditunda karena tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat seperti pembangunan IKN dan kereta api cepat.
Artinya, kata Achmad Nur Hidayat, menaikan harga BBM lebih berisiko ketimbang menunda pembangunan baik IKN ataupun kereta api cepat.
Selain itu, atas dasar pertimbangan tersebut tentunya subsidi BBM masih sangat diperlukan.
Kemudian, diwaktu yang sama pemerintah harus mengupayakan kemandirian energi dengan penggunaan kendaraan listrik, kompor listrik, produksi biofuel untuk berbagai jenis kendaraan yang dimiliki masyarakat Indonesia.
"Jika ini berjalan maka negara ini akan punya kemandirian dari sisi energi, tidak tergantung pada minyak impor dan tentunya penggunaan subsidi akan bisa diminimalisir," ungkapnya.
Achmad menegaskan jika pemerintah benar-benar prorakyat maka solusi-solusi di atas ialah solusi yang akan diambil.
Sri Mulyani Jelaskan Alasan Pemerintah Berencana Menaikkan Harga BBM
Sementara itu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan pemerintah berencana menaikkan harga subsidi bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan Solar.
Menurut Sri Mulyani, anggaran untuk subsidi energi berpotensi melebar Rp 198 triliun jika Pertalite dan Solar tidak naik.
“Kami perkirakan subsidi harus nambah bahkan mencapai Rp 198 triliun. Kalau tidak menaikkan BBM, tidak dilakukan apa-apa, tidak dilakukan pembatasan maka (subsidi) Rp 502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi bisa mencapai Rp 698 triliun,” kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Selasa 23 Agustus 2022.
Sri Mulyani menuturkan subsidi energi sudah mengalami kenaikan tiga kali lipat yaitu dari Rp 158 triliun ke Rp 502,4 triliun.
Pada kondisi terkini, ternyata belum cukup untuk menutup kebutuhan subsidi BBM hingga akhir tahun.
Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, subsidi terakhir dinaikkan pada Juli menjadi Rp 502,4 triliun melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022 sebagai konsekuensi agar tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif listrik di tengah harga energi dunia yang melonjak.
Kenaikan itu, kata dia, dilakukan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar USD 100 per barel, kurs Rp 14.450 per USD, dan volume 23 juta kiloliter hingga akhir 2022.
Namun, saat ini justru harga minyak mentah terus mengalami kenaikan hingga di atas USD 100 per barel dengan kurs sebesar Rp 14.750 per USD yang berarti melemah sekitar empat persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: jpnn.com