“80 persen di daerah melakukan itu. Mau jadi anggota dewan sama. Orang yang jadi itu karena duit,” tandasnya.
BACA JUGA:20 Miliar Ongkos Politik Jadi Wali Kota Tasikmalaya, Kalau Mau Lebih Murah Bagaimana?
Sebagai mantan pejabat yang tahu seluk bekuk permainan politik saat Pilkada, Pileg hingga Pilpres, dirinya berharap ke depan ada perbaikan.
“Harus dipikirkan agar yang jadi itu yang berkapasitas dan berpihak ke rakyat,” katanya.
Kang Jajat mencontohkan Sumatera Barat. Masyarakatnya sepengetahuan dirinya sudah berani menghentikan jual beli suara.
Itu dimulai saat Gamawan Fauzi ikut pemilihan gubernur dengan tanpa uang dan menang.
“Sekarang yang kasih uang disanksi tidak dipilih. Masyarakat sudah berabi menolak (uang). Itu peran dari ulamanya juga,” cerita Kang Jajat.
“Di kita mah uang diterima dan tidak dipilih. Ada doa tobat soalnya,” sindirnya.
Uang dalam pemilihan kepala daerah kata Kang Jajat, ternyata ada peran para pemain judi juga.
Istilahnya serangan serangan fajar taoi serangan dhuha.
BACA JUGA:Pelatih Rennes Ungkapkan Strategi Kalahkan AC Milan: Gol Cepat dan Taktik yang Agak Gila
“Kejadian begini di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Itu penjudi biang keroknya,” katanya.
Modus operandinya banyak mobil lalu lalang memburu warga ynag akan ke TPS.
“Warga dimasukan ke mobil para penjudi, di dalam mobil dikasih uang dan rokok. Diarahkan memilih calon tertentu,” cerita Kang Jajat.
“Itu penjudi yang main. Saya alami begitu. Saya menyamar dan dibawa ke mobil lalu dikasih uang,” tandas pria berusia 60 tahunan itu.