Delta Qiscus

Delta Qiscus

--

Untuk itu Delta harus bekerja dulu. Cari modal. Cari pengalaman. Sambil terus berpikir ke arah mimpinya itu. 

Maka Delta memilih karir awal menjadi konsultan di Singapura. Lima tahun. Di berbagai bidang usaha.

Tahun 2012 ia dirikan startup pertama. Bersama tiga orang temannya di Singapura –salah satunya dari Indonesia. Bidang startup-nya: pendidikan. Yakni bagaimana memfasilitasi guru mengajar lewat online. Ibunya seorang guru –yang kalau nilai matematika Delta rendah mempertanyakannya.

Startup pertama itu gagal.

Dari situ Delta belajar: belum tentu sebuah ide yang dianggap bagus cocok dengan pasar. Kadang pemilik ide sangat egois: pasar itu dikira seperti dirinya atau seperti yang dipikirkannya. 

Sebagai pengguna WA, Delta pun terpikir apa saja yang bisa dimanfaatkan dari WA. Tahun 2015 lahirlah qiscus. Satu orang anggota timnya mengundurkan diri. Maka pendiri qiscus tiga orang sisanya: Delta Purna Widyangga sebagai CEO, Muhammad Md. Rahim (COO), dan Evan Purnama (CTO). Yang Rahim itu yang warga Singapura. 

Kini Delta berbinar ketika menceritakan kemajuan usahanya dari Jogja nan istimewa. Kini Delta juga meluncurkan kredo baru: qiscus omnichannel. Ia akan berkembang ke channel apa saja. 

Kemarin Delta ke Surabaya. Saya ajak podcast. Ia mengaku berjiwa introvert. Tapi rupanya ia lupa kalau dirinya sudah berubah. Bicaranya ternyata lancar, cukup ekspresif, dan runtut. 

Tekanan-tekanan kesulitan dalam hidupnya terlihat sudah mengubah jiwa, sikap, dan penampilannya. Kesulitan memang bisa mengubah siapa saja. Juga bisa mengubah arah perjalanan seseorang: bisa menuju ke restoran, bisa juga menuju ke kuburan.

Wajah Delta yang imut menandakan ia sudah keluar dari tekanan hidup yang paling sulit. Ia beruntung mendapat tekanan kematian ketika masih sangat muda. Ia kuat. Tekanan itu tidak sampai membuat wajahnya berkerut dan menjadi lebih tua dari umurnya.

Maka carilah tekanan hidup ketika masih muda. Carilah tekanan yang benar-benar mengancam kematian Anda. Itu baru cocok untuk anak muda. Percayalah itu tidak akan membuat Anda benar-benar mati. 

Lihatlah Delta. Di umur 35 tahun ia sudah tidak lagi mencari-cari jalan mau ke mana. Ia memang pernah tersesat tapi kemudaannya membuat Delta tidak kehilangan arah. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 4 November 2022: Hemat Bahaya

Jhelang Annovasho

Kita harusnya punya standar atas apa yang dinamakan kematian massal. Apakah cukup karena jumlah dan satu penyebab, seperti kasus obat sirop (versi baku KBBI) yang mencapai 150-an korban meninggal? Apakah satu sebab dan satu sebab seperti peristiwa Kanjuruhan dan Itaewon yang jumlahnya hampir segitu? Apapun itu salut kepada Menkes yang berani ambil tindakan meskipun bukan tenaga kesehatan atau dokter. Meskipun awalnya disalah-salahkan, "lha kalau anak sy panas dikasih apa? Balik ke perasan kunyit? Memang menteri yang mau 'memarutkan'". Betul apa kata pepatah, bahwa yang tidak pernah salah (atau disalahkan) adalah mereka yang tidak pernah ambil keputusan. Maklum kita menyalahkan Polisi di Kanjuruhan karena mereka ambil keputusan: menembakkan gas air mata. Maaf, Abah DI, komen ini sekedar mencoba mencari benang merah suatu peristiwa. Meskipun, ya, gak ketemu juga... Salam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: