Ramai Penolakan, Pemerintah: Sembako di Pasar Tradisional Tak Akan Dipajaki, Kecuali...

Ramai Penolakan, Pemerintah: Sembako di Pasar Tradisional Tak Akan Dipajaki, Kecuali...

RADARTASIK.COM, JAKARTA - Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor memastikan bahwa komoditas pangan atau kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) yang dijual di pasar-pasar tradisional tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menurutnya, akan ada pembedaan perlakuan terkait jenis bahan-bahan pokok atau sembako yang akan dikenakan PPN. Dan khusus sembako yang dijual di pasar-pasar tradisional akan dikecualikan dari pengenaan PPN.

"Barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional tentunya tidak dikenakan PPN. Akan berbeda ketika sembako ini sifatnya premium. Jadi barang kebutuhan pokok yang dikenakan adalah yang premium," kata Neilmaldrin, Senin (14/06/2021).

Menurut Neilmaldrin, pengecualian dan fasilitas PPN yang diberikan saat ini tidak mempertimbangkan jenis barang, harga dan juga kelompok yang mengkonsumsi. Sehingga secara ekonomi menciptakan distorsi dan kurang tepat sasaran.

Untuk daging misalnya, ada berbagai jenis dan memiliki rentang harga yang sangat lebar seperti antara daging segar di pasar tradisional dan daging wagyu. Padahal, maksud dari pengecualian dan fasilitas ini diberikan kepada masyarakat klaster bawah.

"Ini menandakan bahwa fasilitas yang diberikan selama ini kurang tepat sasaran. Oleh karena itu kita lakukan perbaikan-perbaikan," ujarnya

Sementara itu, Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto menilai, pengenanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako premium berpotensi terjadi lonjakan impor pangan seperti beras dan kedelai.

Menurutnya, ini akan menimbulkan kekacaun pasar dan merugikan petani yang menghasilkan produk premium. Untuk itu, pemerintah perlu melihat pasar bahan pokok di Indonesia secara lebih komprehensif.

"Kalau PPN sembako Premium ini tidak hati-hati, justru bisa mendistorsi pasar dan merugikan petani yang mampu menghasilkan kualitas produk yang bagus (premium)," kata Eko. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: