Budaya Literasi Diawali dari Keluarga

Budaya Literasi Diawali dari Keluarga

Radartasik,TASIKMALAYA - Masa libur Lebaran, identik digunakan untuk bersilaturahmi ataupun bermain. Namun libur juga, semestinya bisa digunakan membangun budaya literasi di dalam keluarga. Sebab, keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama dalam menanamkan pengetahuan untuk keberhasilan anak. 

Kepala Kantor Cabang Dinas KCD Pendidikan Wilayah XII Tasikmalaya Dr Abur Mustikawanto MEd mengatakan, keluarga merupakan peran paling penting dalam pengembangan literasi. Karena keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, sehingga sangat berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangannya.

”Literasi pertama kali harus dimulai dari keluarga. Karena keluarga adalah pilar utama penggerak,” katanya kepada Radar, Selasa (26/4/2022).

Artinya, sambung Abur, budaya literasi terlebih dahulu harus di mulai dari orang tua.  Wujudnya bisa dengan membudayakan membaca buku di rumah, permainan yang mendidik dan mengajarkan keterampilan hidup. 

“Keluarga di rumah adalah wadah efektif menjadi penggerak literasi bagi anak. Bisa melakukan dengan kegiatan diskusi, kegiatan bermain yang mendidik dan yang menyenangkan di dalam keluarga,” ujarnya.

BACA JUGA:Optimalkan Peran Pemuda untuk Pergerakan Sosial

Lalu, karena aktivitas liburnya anak-anak sudah diberikan tugas oleh guru ataupun sekolahnya. Biasanya siswa mendapat tugas untuk menuliskan cerita kegiatan selama sekolah libur, yang nantinya dipresentasikan 

“Diharapkan orang tua ikut memantau dan membimbing untuk mengisi tugas dari sekolah,” katanya.

Dosen Institut Agama Islam Cipasung (IAIC) Dr Susan Wulandari menjelaskan, pendidikan keluarga sangat penting untuk dasar pemahaman dan perilaku anak.  Sebab orang tua sebagai gen pewaris genetik baik sifat, fisik, dan non fisik kepada keturunannya.

“Penting bagi kita (orang tua /ibu, Red) untuk mendidik anak. Supaya bisa mempertimbangkan dalam memilih pasangan hidup,” ujarnya.

Artinya, sambung dia, orang tua nantinya menentukan kualitas generasi penerus. Jadi bukanlah mitos bahwa dalam memilih pasangan mesti melihat bibit, bebet dan bobot. 

Itu bukanlah suatu istilah tetapi menunjukkan kebenaran, karena bibit itu aspek keturunan keluarga, bebet menunjukkan kualitas dan identik dengan kepribadian level pendidikan dan pencapaian lainnya. Sementara bobot berkaitan dengan pekerjaan atau penghasilan.

“Ketiga pertimbangan tersebut merupakan nasihat leluhur yang dapat mempengaruhi kehidupan generasi yang dihasilkan berikutnya,” katanya.

Oleh karenanya, peran orang tua saat ini bisa sebagai sebuah solusi, melihat fenomena rendahnya minat baca, menulis, dan sains di Indonesia masih tertinggal. Data terbaru ranking ketiga dari bawah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: