Cerita Wayang: Sanghyang Ismaya Menjadi Semar, Turun ke Bumi Sebagai Punakawan Lintas Zaman

Cerita Wayang: Sanghyang Ismaya Menjadi Semar, Turun ke Bumi Sebagai Punakawan Lintas Zaman

Asal-usul Semar yang menjadi punakawan di berbagai zaman. Foto: tangkapan layar youtube/reka foto--

Mengamati Semar dengan seksama, kita akan melihat wajahnya yang senantiasa tersenyum, namun mata yang selalu sembab. 

Dalam penggambaran ini, terkandung simbol suka dan duka yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan.

Semar memiliki wajah yang penuh kerut, menandakan kedewasaan dan pengalaman yang dimilikinya. 

Namun, melihat potongan rambutnya yang bergaya kuncung seperti anak kecil, kita dapat melihat simbol kedewasaan yang tak lepas dari jiwa seorang anak. 

Ini memberikan makna bahwa kedewasaan tak melulu berarti kehilangan sisi kekanak-kanakan, 

Tafsir Simbol Semar Menurut Versi Lain

Dalam versi lain, filosofi Semar terwujud dari unsur-unsur berpasangan yang berhubungan dengan bentuk tubuhnya

Semuanya ini mengandung simbol atau siloka bahwa bentuk fisik semar merupakan wujud dari konsep keseimbangan.  

Wajah putih melambangkan cerminan dari hati dan pikiran yang putih bersih. 

Badannya hitam merupakan simbol dari tanah yang memiliki kekuatan batin yang luar biasa.

Tanah, meskipun setiap saat diinjak namun tetap memberikan manfaat, baik dalam menyuburkan tanaman maupun sebagai tempat tinggal dan hidup manusia.

Adapun kuncung yang letaknya tepat di atas kepala semar merupakan simbol keteguhan, konsistensi atau istiqomah.

Bukan hanya dari segi fisik, Semar juga memiliki peran yang sangat kompleks dalam legenda pewayangan Jawa.

Ia adalah penjelmaan dewa dengan kekuatan dan pengetahuan yang luas, namun hidup sebagai rakyat jelata. 

Ini menjadi simbol atas pemahaman bahwa kebesaran sejati tidak terletak pada status sosial atau kekuasaan, tetapi pada cara kita hidup dan berbuat baik kepada sesama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: