Barang Enak
--
Pemerintah juga sudah terlihat punya calon: Eric Thohir, menteri BUMN. Ia juga orang gila sepak bola. Ia pernah sampai menjadi pemilik klub sepak bola dunia, Inter Milan.
Apakah Eric pasti terpilih?
Tidak hanya bola yang bundar. Bumi manusia juga bundar. Dan kongres PSSI dilaksanakan di bumi manusia itu: tergantung pemilik suara dalam kongres.
Sayangnya pemilik suara itu sangat bervariasi dalam hal keinginan untuk memajukan sepak bola. Pemilik suara itu adalah para ketua asosiasi sepak bola provinsi. Masing-masing punya satu suara. Total 34 suara. Klub-klub Liga juga punya satu suara. Badan-badan dalam PSSI masing-masing juga punya satu suara: misalnya badan yang mewadahi wasit. Total sekitar 80 suara.
Komposisi hak suara seperti itu juga menjadi problem di cabang olahraga lainnya. Betapa banyak provinsi yang tidak memperhatikan pembinaan sepak bola. Anda pun tidak pernah mendengar: di provinsi mana ada kegiatan sepak bola apa. Mereka tetap punya hak suara yang sama dengan provinsi yang gila sepak bola.
Sedang pemilik klub, manusia yang paling gila sepak bola, juga hanya punya satu suara. Gila dan tidak gila punya hak suara yang sama. Banyak yang akhirnya menyesal gila.
Benar. Terlalu banyak suara yang dipegang oleh mereka yang kurang peduli pada sepak bola. Mereka inilah sumber pendulangan suara dalam kongres. Dengan cara apa pun.
Harusnya prinsip meritokrasi juga berlaku di sepak bola. Siapa yang punya kontribusi terbesar mempunyai hak suara yang lebih besar.
Hak suara provinsi tidak perlu dihapus. Tapi tidak boleh dominan. Terutama provinsi yang tidak serius mengurus sepak bola.
Jelas sekali: yang paling serius memikirkan sepak bola adalah pemilik klub. Bukan hanya serius tapi sudah gila yang tidak pura-pura. Harta, waktu, dan tenaga dicurahkan habis-habisan. Tapi nasibnya ditentukan oleh mereka yang tidak serius. Tragis sekali.
Maka, kalau prinsip meritokrasi kita pegang, baiknya anggota dengan prestasi tertinggi punya suara terbanyak. Misalkan, klub anggota Liga 1 masing-masing punya 10 hak suara. Anggota klub Liga 2 punya hak 5 suara. Klub-klub Liga 3 punya hak 2 suara. Provinsi tetap: masing-masing punya 1 suara.
Tentu komposisi itu bisa didiskusikan. Dipilih yang paling rasional.
Tapi, rasanya, model demokrasi dalam PSSI tidak akan bisa memenangkan pikiran yang paling rasional sekalipun.
Maka setidaknya ada dua hal yang tidak rasional di PSSI: sulitnya terbentuk dream team dalam kepengurusan dan sulitnya merasionalkan hak suara.
Bertriliun uang dibelanjakan hanya untuk mendapat status gila. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: