Tsinghua Lutfiya
Lutfia menemui Dahlan Iskan di rumahnya di Sakura Regency.--
Wagub Sitti punya kapasitas untuk bertengkar dengan gubernur yang doktor ekonominya dari Glasgow University itu. Tapi dia tidak melakukan itu.
"NTB beruntung punya pasangan kepala daerah seperti ini," ujar Lutfiya.
Dalam posisinyi seperti itu Lutfiya sering diminta mengoordinasikan kerja sama internasional. Misalnya kerja sama Lombok-Hainan. Dua-duanya pulau wisata. Di Indonesia dan di Tiongkok.
Juga kerja sama ekonomi NTB dengan Denmark. Atau kerja sama pendidikan NTB dan Nottingham, Inggris.
Sambil sibuk itu, Lutfiya terus mencari beasiswa. Dia tetap semangat untuk bisa kuliah S2 di luar negeri. Pengabdiannyi ke daerah itu tidak sia-sia. Dia jadi punya banyak bahan untuk membuat esai maupun menjawab wawancara.
Esai yang membuat Lutfiya diterima di sub-jurusan future leader adalah tentang penanganan gempa di Lombok. Juga tentang penanganan Covid-19 untuk daerah wisata.
Saya jadi ingat ''ujian'' bagi calon presiden Amerika. Di sana yang pintar berlebihan. Yang hebat tidak kurang. Yang track record-nya luar biasa melimpah. Maka pertanyaan penting bagi calon presiden Amerika adalah: apa yang akan dilakukan kalau ada dering telepon jam 3 pagi.
Memang, di saat terjadi krisis barulah diketahui perlunya pemimpin yang hebat. Krisis pandemi, krisis bencana alam pun sampai krisis ekonomi.
Sebenarnya Lutfiya sudah sejak empat bulan lalu mulai kuliah: online. Hasil kuliah itu bisa langsung dia terapkan di pekerjaan sebagai staf khusus gubernur dan wakil gubernur. Terutama soal kerja keras, tepat waktu, dan komitmen.
Meski online, Lutfiya tidak bisa santai. Selama 4 bulan ini sudah tiga buku tebal dia baca: wajib. Harus bisa pula mengikhtisarkannya. Lalu lebih 20 artikel yang harus dikaji. Untuk di-review. "Dosen hanya berbicara 15 menit. Yang 45 menit diskusi," kata Lutfiya.
Lebih banyak lagi penugasannya.
Semua harus selesai. Tepat waktu. Tidak ada toleransi. "Sejak kuliah ini semua tugas dari Pak gub dan Bu wagub saya selesaikan sebelum waktunya," ujar Lutfiya. "Saya menjadi terbiasa seperti orang di Beijing," tambahnyi.
Dan lusa, Lutfiya tiba di Beijing. Di kampus Tsinghua University. Amerika punya MIT. Tiongkok punya Tsinghua. Amerika punya Harvard University. Tiongkok punya Beijing University.
Lutfiya, lusa, tiba di kampus ternama itu. Dia disediakan pondokan di situ. Lengkap dengan makanannya. Masih dapat uang saku pula: lima kali lipat dari gajinya sekarang.
Lutfiya juga sudah diberi daftar 40 guru besar yang bisa dia pilih sebagai pembimbing tesisnyi kelak. Nama mereka, bidang keahlian, tesis, biografi singkat, dan alamat email mereka dikirim ke Lutfiya. Silakan pilih sendiri. Hubungi sendiri. Kalau yang dipilih tidak mau cari yang lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: