Jago Wayan

Jago Wayan

--

Liam Then

Selintas buka web ,cari tahu nama-nama anggota komisi X, yang membidani pendidikan. Ada banyak nama yang akrab di mata disana. Dari pesohor mantan selebriti, sampai putra politisi. Range latar belakang pekerjaan pun bermacam-macam. Dari artis, mantan wagub, mantan komisaris,macam-macam. Yang tidak ada tertulis latar belakang pekerjaan juga ada. Kalau yang bergelar? Wah banyak. Semuanya keliatannya sangat intelek. Cuma saya heran kenapa sangat sedikit yang berlatar belakang pendidikan yang kuat dan meyakinkan? Apakah itu diisi oleh tenaga ahli saja? Saya jadi kepengen melihat suasana rapatnya. Penasaran jadinya. Mau melihat penguasaan materinya para anggota dewan. Disitu bisa dinilai ,mana yang rajin berkonsultasi dengan tenaga ahli, fraksi mana yang tenaga ahlinya mumpuni , ada isi. Atau adakah yang terkantuk-kantuk, karena ada yang sekadar menunaikan kewajiban absensi. Mungkin harapan kita semua, berpulang kepada pemimpin partai, agar anggota komisi X, dipilih dari orang-orang yang benar-benar ahli di bidangnya. Bukankah lebih baik jadinya? Jika ahli di dukung tenaga ahli? Mohon ketua partai ada atensi , demi kita semua juga.

Mr P

guru, digugu dan ditiru. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.. 36 tahun yang lalu. Anak desa pertama kali masuk sekolah. Belum bisa baca dan tulis. Waktu itu diajarkan sopan santun saat makan. Makan tidak boleh bersuara / kecapan. Tidak boleh buka mulut saat mengunyah makanan. diperagakan cara mengunyah makanan oleh Ibu guru tersebut. Dan kami diminta untuk menirukannya. Pelajaran sederhana, tapi membekas. Sampai saat ini. Saat makan bersama keluarga, saya acapkali mengingatkan anak-anak agar tidak berisik saat makan. Terutama ketika "menyeruput" kuah yang masih pasa. Nama guru tersebut : Ibu Farida

Fenny Wiyono

mendirikan sekolah lebih sulit syaratnya daripada mendirikan cafe dan club malam

Namu Fayad

Banyak dapat info tambahan dari ruang komentar pembaca. Saya juga berbagi curhatan. Ternyata di pendidikan formal itu ada pula profesi joki tugas akhir. Mengupah orang lain untuk membuat proposal penelitian, mulai dari keperluan skripsi hingga disertasi.

Pryadi Satriana

Saya mau 'share' pengalaman dg Depdiknas waktu masih di Konsorsium Bahasa Inggris, 'membantu' (krn memang ndhak dibayar!) selama 8 th membuat standar kompetensi lulusan, kurikulum, borang akreditasi kursus, dsb. di Gedung E, lantai IV Depdiknas, di Jl. Soedirman. 1. Yg saya sebut di atas tadi 'pengabdian', lembaga kursus dan PTN/S 'membantu' pemerintah, kan sudah dibayar oleh institusinya? 2. Yg diberi 'uang lelah' (baca: honor) waktu buat bahan ajar, krn dikerjakan di rumah. Jumlahnya ndhak seberapa, ndhak tahu sudah "disunat" berapa persen. Waktu saya tanya buku karya konsorsium yg sudah dicetak, dijawab itu sekadar proyek, dicetak terbatas untuk laporan saja, sudah ndhak ada. 3. Konsorsium sering diundang utk memberi pelatihan juga, pesertanya dari seluruh propinsi. Suatu kali - di Bandung - saya diminta tidur sekamar dg peserta dimana saya yg besoknya jadi pembicara. Alasan: ndhak ada kamar lagi. Opo gak gueendeng wong2 sing ngundang aku iku? Saya ndhak mau. Pulang aja. Transpor ndhak usah diganti. Ujug2 langsung ada kamar yg bisa saya tempati sendiri. Mereka biasa "coba2" kayak gitu. Sudah hapal. 4. Di undangan - juga spanduk di lokasi pelatihan - acara dari Jumat - Minggu, artinya: dibuka Jumat malam, dilaksanakan Sabtu, ditutup Minggu pagi. Yg kayak gitu sering! 5. Orang2 di konsorsium bhs Inggris itu dosen2 UI, Atmajaya, dan Direktur2 Akademis LIA, ILP, dsb. Kami2 tulus membantu pemerintah, tapi sering 'diplokotho'. Mas Menteri jangan sampai 'diplokotho'. Salam. 

*) Dari komentar pembaca http://disway.id

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait