Jago Wayan

Jago Wayan

--

Wayan, yang sama sekali tidak punya darah Bali, selalu ingat masa kecilnya di desa. Di Grajakan. Tiap hari ia lihat adu jago. Ia punya kesimpulan: jago (ayam jantan) yang memenangkan pertarungan adalah yang sering diadu. Sampai tidak punya bulu di kepala dan lehernya. Sampai kulit lehernya tebal. Saking seringnya dipatuk lawan. Jago yang lebih tinggi dan besar pun bisa kalah dengan jago kecil yang sering diadu.

"Hidup itu kalau mau sukses juga harus sering menghadapi ujian," kata Wayan.

Banyak orang mencela hobi adu jago. Wayan justru belajar dari perkelahian itu. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 27 September 2022: Pendidikan Kering

Jhelang Annovasho

Saya tahu banyak perkembangan RUU Sisdiknas dari Mas Anindito Aditomo. Masih muda, dosen Universitas Surabaya. Saat ini menjabat kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan di Kemdikbud. Langsung ke masalah: bunyi "tunjangan profesi guru dan dosen" memang indah. Tapi sejatinya menyakitkan. Di lapangan, TPG jadi alasan guru hanya diupah 300 rb/bulan sebelum tersertifikasi (menerima TPG). Setelah menerima TPG, yayasan tidak mau lagi menggaji, alasannya sudah terima "gaji" dari negara dalam bentuk TPG. Guru di posisi yang lemah. Jika pindah sekolah maka TPG berhenti. Jika tidak kok haknya tidak diberikan. Gaji yang layak itu hak. TPG juga hak. Ini bagi guru swasta. Lulusan sekolah guru cuma digaji 300 rb saat lulusan sekolah teknik digaji 8 jt untuk pertama kali. Mana penghormatan profesinya? Sejak dulu selalu dijawab, "ojo di-bandeng bandeng ke."

Teguh Gw

DPR-nya dibekukan dulu. Sampai pendidikan menghasilkan manusia, bukan manusia-manusiaan. Atau, jumlah anggota DPR dikurangi. Cari orang-orang seperti siapa itu, ketua DPRD yang mengundurkan diri tempo hari. Kalau ada 100 yang seperti dia, ya cukup 100 saja. Kalau hanya ada 15, ya 15 saja. Alokasi anggaran gaji DPR dialihkan untuk memperbaiki mutu pendidikan dulu. Membenahi negara ini memang perlu ngedan. Mosok kalah sama Covid? Mikrovirus saya bisa ngedan, kok manusia gak berani?

Leonardus Nana

Semua orang pasti sependapat bahwa maju mundurnya pendidikan berbanding lurus dengan kualitas guru. Demikian juga maju mundurnya sebuah perusahaan bergantung pada kualitas karyawannya. Tapi apa bedanya Guru dari Karyawan perusahaan? 1. Perusahaan akan terus memberdayakan Karyawan melalui pelatihan rutin. 2. Perusahaan mengaji Karyawan setara UMR/UMP + bonus, +THR, +Insensitive 3. Perusahaan terus memberi promosi yang mendorong Karyawan terus berprestasi 4. Karyawan akan demo secara national dan bahkan menunt intervensi pemerintah bila perusahaan gagal memenuhi hak Karyawan. 5. Pemerintah menetapkan gaji pokok+hak hak lain dari Karyawan dan mengawasi perusahaan untuk memenuhinya 6. Pemerintah akan menghukum bahkan membekukan izin operation jika perusahaan gagal memenuhi kekwajibannya 7. Perusahaan (tidak semua) menjamin kesejahteraan Pendidikan anak anak Karyawan lewat CSR 8. Bagaimana dengan Guru khususnya Guru swasta??? Mungkinkah Pak DI tahu mohon info lewat seri tulisan berikutnya.

Pryadi Satriana

Pak Mirza, peristiwa th 1980-an itu terjadi di salah satu SMP Negeri di Malang. Guru Geografi yg diminta les tiga bulan sblm disuruh mengajar level SMA itu terjadi di Bogor. Ini saya cerita sedikit ttg kompetensi guru bhs Inggris salah satu SMP di Bogor. Di LKS ada dialog yg harus dilengkapi: A: "How do I call you?" B: " ................................" Diisi murid les saya: "You can call me Fariz". Kata gurunya itu salah krn pertanyaannya tanya no telp/HP shg harus dijawab: 081... Saya komen gini:"Bilang gurumu suruh les di saya." Ada kejadian lain, mahasiswi jurusan bhs Inggris di sebuah PTS di Bogor pakai jaket bertuliskan: Faculty of Teaching and Educational Science. "Kamu di FKIP jurusan bhs Inggris?" "Ya, Pak". "Tulisan di jaket itu yg bikin teman2mu?" "Itu dari jurusan, Pak." "Dosenmu ada yg S3?" "Bbrp Pak, kebanyakan S2." "Lha kok geblek semua?" (Tertunduk diam, tersenyum getir ...) Skrg yg tingkat nasional ya? Saya pernah membantu fi Konsorsium Bhs Inggris selama 8 th, di Gedung E, Lantai IV. Yg tanda tangan SK saya Dirjen PLS (Pendidikan Luar Sekolah). Direktorat memberikan pelatihan2 bhs Inggris, sertifikat pelatihan dikeluarkan oleh "Out of School Education." Saya - yg memang biasa "nyablak" - langsung bilang,"Ini direktorat orang2 yg putus sekolah/'drop out'? Oaallah ..., wong2 geblek koyok ngene kok iso ngantor nang Depdiknas Pusat yo? Itulah 'potret' pendidikan kita. Sedih. Prihatin. Malu. Campur aduk. Hiks ... (mbrebes mili ...).Wis, ngono ae. Salam. Rahayu.

Alon Masz Eh

Hmmm... Betul juga dulu guru yg ngajar di sekolah dan di les, raut muka dan psikologinya beda... Beda solusi beban dapurnya mbah. Manusiawi lah le... Itulah alasan ada tunjangan sertifikasi, sebaiknya jangan dikritik presidennya untuk solusi kesejahteraan ini, beliau2 sangat berjasa untuk para guru. Memang timbul masalah juga, banyak yang tidak sabar menunggu tunjangan cair, SK disekolahkan (SK gurunya yg dicarikan guru), pinjaman cair, mobil2 baru jor2an di lapangan upacara sekolah le. Husssh... Ndak semua mbah, banyak guru yg hidup wajar dan sabar, masih konsen ke muridnya... Eh, tapi kasian guru2 honorer loh mbah, sering disuruh ngajar, karena pinter sering diperintah bikin materi, bikin slide, itu loh... Gajinya beda jauuuh sm yg dpt tunjangan mbah. Itulah le... Ga nyaman dibikin alasan, Dinyamanin leha2, ndak kasihan sm yg honorer. Mustinya yg pantes tembus sertifikat yah yg muda2 dan pinter, yah yg honorer le... Tp krn urutan kacang dan sungkan, yg senior dulu lah. Yah mustinya yg senior nyontohin dan ngajarin yg muda tah mbah.... Hooh le, banyak juga yg senior dan berprestasi, ngajari juniornya. Wis ta doakan yg honorer dapet tunjangan juga lah, yg tua dan males...tunjangan dikurangi, kalo ndak mau dikurangi jadi pengurus komite aja le.... Wadadadadah mbah, lak bolak-balik sumbangan nanti.... 

Rahma Huda Putranto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait