Negara yang wilayahnya kini membentang dari Sabang hingga Papua. Itu juga masih tetap ada upaya diprovokasi untuk pecah seperti di Papua.
Kembali ke peristiwa 78 tahun silam. Setelah Jepang bertekuk lutut kepada Sekutu, 14 Agustus 1945, di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan.
Klik di sini artikel HUT RI ke-78 terkait proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Jepang tahun 1942 masuk ke Hindia Belanda (nama sebelum merdeka) dan merebutnya dari Belanda.
Petinggi Hindia Belanda banyak yang melarikan diri ke Australia begitu tahu tidak mungkin menang melawan Jepang.
Sebagian lainnya menjadi tahanan setelah kekuasaan beralih ke Jepang.
Para tahanan bangsa Belanda dan Eropa lainnya mendapat perlakukan keji dari Jepang.
Mereka yang laki-lakinya jadi romusa, kerja paksa membangun infrastruktur dan benteng pertahanan perang.
Sementara tahanan wanitanya banyak yang dijadikan pemuas nafsu para prajurit Dai Nippon itu.
Selama 3,5 tahun pendudukan Jepang di Hindia Belanda warga Eropa yang jadi tahanan sangat menderita.
Nasib mereka tak jauh beda dengan warga pribumi Hindia Belanda. Sama-sama jadi romusa dan budak nafsu prajurit Jepang.
Warga kelas satu Eropa dan warga kelas 3 kaum Pribumi, di era Jepang nasibnya sama-sama susah penuh derita.
Jepang awalnya disambut gembira oleh rakyat seluruh Nusantara. Propaganda Jepang Pasukan Jepang hanya menunggu kedatangan pasukan Sekutu yang akan melucuti persenjataan dan kekuasaan mereka atas Indonesia.
Kaum muda seperti Sukarni, Sayuti Melik, Chaerul Saleh, Wikana, Mr Ahmad Soebardjo.
Kaum muda awalnya debat dengan kaum tua yang diwakili Soekarno-Hatta tentang proklamasi kemerdekaan.
Mereka mendesak agar Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia selagi kosong kekuasaan.