BACA JUGA:MUDAH Begini Cara Top Up Saldo OVO Cash Lewat BCA dan Mandiri, Simak Juga Penyebab Gagal Top Up
Sepertinya pelaku sejarah di dua negara itu memilih melupakan masa lalu. Fokus dengan mengurus masa depan untuk meraih kegemilangan.
Jepang contohnya. Setelah negerinya kalah perang pasca dibom atom dua kotanya Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika, Kaisar Hirohito saat itu fokus mendidik generasi muda.
“Berapa guru yang masih hidup?” itu pertanyaan legenda sang kaisar sebagai titik tolak bangkit dari kekalahan.
Terbukti, tempo 25 tahun kemudian Jepang menjadi negara industri maju di dunia.
BACA JUGA:Dibalik Ketajaman Pedang Bambu KH Zaenal Mustofa saat Perang Melawan Jepang di Sukarame, Tasikmalaya
Produk-produk industrinya baik elektronik maupun otomotif membanjiri pasar dunia. Termasuk ke Indonesia yang pernah dijajahnya.
Banjir produk industri Jepang itu bagaikan bentuk lain dari menebus kekalahan perang militer.
Jepang berhasil menguasai dunia, termasuk membombardir pasar Amerika, negara yang mengalahkannya saat Perang Dunia II.
Kalau Jepang dan Belanda berupaya menghapus jejak masa lalunya ke generasi muda, wajar karena itu sejarah memalukan.
Lain dengan Indonesia sebagai korban penjajahan. Sejarah itu harus terus disambungkan ke generasi muda sebagai pelajaran.
Tujuannya tentu agar mensyukuri kemerdekaan negaranya dan menjaga negara tetap merdeka.
Bagaimana andai 78 tahun silam itu, Kamis 16 Agustus 1945, para pemuda pejuang tidak menculik Soekarno-Hatta dan memaksanya memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Tidak menutup kemungkinan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak pernah ada.
Buktinya setelah merdeka saja oleh Belanda masih dicoba direbut kembali. Gagal direbut, mereka coba pecah-pecah menjadi negara-negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat (RIS).
Para pejuang waktu itu dimotori Soekarno-Hatta dan yang lainnya berhasil mengembalikan menjadi negara yang kembali utuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).