BACA JUGA:Kisah Inspiratif Anak Kuli Bangunan yang Mengukir Impian Menjadi Bintara Polisi
Perintah panglima pun ditunaikan para prajurit. Ada puluhan sastrawan yang berhasil dikumpulkan di istana.
“Kalian sengaja aku kumpulkan di sini,” panglima membuka pembicaraan di hadapan para sastrawan.
“Aku mau bertanya kepada kalian semua. Jika jawaban kalian sesuai maka kalian boleh pulang dan membawa hadiah,” ujar panglima.
Para sastrawan pun riuh. Mereka senang mendengr kata hadiah.
BACA JUGA:Restoran Vegan di Bandung Sukses Ciptakan Sop Buntut dan Steak Tanpa Daging Asli
Terbayangnya oleh mereka panglima termasuk yang menyenangi sastra.
Mereka menduga mungkin panglima akan diskusi atau belajar sastra.
“Terima kasih atas kepedulian tuanku kepada kami para sastrawan kota Baghdad,” salah seorang sastrawan yang dituakan di antara mereka bersuara.
Panglima tersenyum ke arah para sastrawan itu. Semakin yakinlah mereka kalau maksud panglima memang baik.
BACA JUGA:600 Meter Stop! Tips Lintasi Rel Kereta Api Agar Mesin Mobil Tidak Mati Mendadak
“Saya ada pertanyaan untuk kalian semua. Kalau jawabannya tidak sesuai maka…,” panglima tidak melanjutkan perkataannya.
Sorot mata panglima yang tajam mengarah ke satu per satu para satrawan.
Para sastrawan tak sabar menunggu. Tapi tidak berani menyela untuk bertanya.
“Jika kalian menjawab keliru hukumannya dipenggal!” tegas panglima.
Terkejutlah semua satrawan itu. Mulai sadar kalau sekarang mereka berhadapan dengan pemimpin kejam.