Agar ada legitimasi untuk memindahkan masjid sejarah itu dengan merobohkannya.
“Abu Nawas, sahabatku. Ternyata tidak ada yang mampu melakukannya?” Tanya sang raja ke sahabatnya.
Abu Nawas tersenyum, lalu dia berdiri.
“Saya saja yang memindahkan masjid ini baginda raja,” tiba-tiba Abu Nawas berkata.
Raja melongo. Tidak paham maksud sahabatnya,
“Memangnya bisa Anda lakukan sahabatku?” desak raja.
“Hamba bisa. Akan saya pikul bangunan masjid ini ke tempat lain yang jauh dari istana. Tapi dengan satu syarat,” jawab Abu Nawas.
“Apa syaratnya? Akan aku penuhi,” kata raja dengan penasaran.
“Harus ada orang yang menaikan masjid ini ke pundak saya,” jawab Abu Nawas.
“Mana ada yang bisa melakukannya!” bantah raja dengan suara keras. Mulai kesal dengan Abu Nawas sahabatnya itu.
Rakyat yang berkumpul mendengar percakapan Abu Nawas dan raja mereka serempak tertawa.
Senang melihat raja mereka terlihat planga-plongo kebingungan dengan Abu Nawas.
“Maksudmu apa sahabatku. Aku jauh-jauh mengundangmu untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Malah jadi membingungkan!” gusar raja dengan wajah memerah menahan dongkol.
Terutama menahan malu ditertawakan ribuan rakyatnya.
“Baginda raja sahabatku,” ujar Abu Nawas sambil matanya menatap ke mata raja.
“Sudah kupahami semua inti masalah baginda. Saya katakana siap memikul bangunan masjid di pundak, itu benar hal yang tidak mungkin,” sambungnya.