Lukman bin Saleh
Rasa yang mirip dengan mie terigu. Kandungan gluten yang rendah. Sepertinya 2 kelebihan ini sudah bisa membuat sagu digunakan membendung arus kuat impor terigu. Apalagi kalau melihat potensi prodksi sagu Indonesia. Dg lahan 5,4jt hektar (95% di Papua). Yang berpotensi menghasilkan 20 juta ton sagu pertahun. Amat sangat cukup untuk mengubur impor terigu yang mencapai 11 juta ton pertahun. Sekarang tinggal "political will" pemerintah. Yang dibarengi strategi dan aksi nyata untuk untuk memasyarakatkan mie sagu. Dan tentu saja ditambah dukungan perusuh Disway. Maka terbebaslah kita dari "penjajahan" terigu. Dalam tempo yang sesingkat2nya...
Mamak Edi
Di kampung saya, sagu itu dibuat dari isi pohon rumbia. Pohon itu biasanya tumbuh alami saja di rawa, yang banyak airnya. Buahnya bulat bertandan rasanya sepat. Daunnya paling banyak dijadikan atap gubuk, lebih awet dari daun ilalang, tapi kalah tahan lama dibanding ijuk pohon aren (nira). Membuat sagu dari isi pohon rumbia, diambil bagian yang lembutnya, lalu ditumbuk sampai halus, dicampur air, dituang ke wadah dengan disaring dengan kain halus. Air sagu dibiarkan mengendap. Setelah semalam airnya dibuang, hasil endapannya dijemur sampai kering betul, barulah jadi tepung. Jika keringnya bagus bisa disimpan agak lama. Biasanya diolah jadi kue, dibilang kue sagu.
Jimmy Marta
Sampai sejauh ini, ini adalah foto terbaik abahdg narasumbernya di CHD disway. Ini kesimpulan dari 'penjurian' para komentator. Tanpa perlu kriteria komentator sudah memilih foto daripada artikel untuk dikomen... Untuk menilai foto, obyektif dan subyektif, saya akan beri anda tip gratis : 1. Teknik tata cahaya, pencahayaan boleh disebut lumayan (sedikit diatas garis sederhana). Keylight cukup. Semua orang cukup jelas terlihat. 2. Teknik ambilan atau angle. Frontal. Tipe mediumshot. Knee shot 3. Relationship, ini kedekatan sesama juragan. Bisnisman dg bisniswati. Akrab ( foto lain bisa saja ada cipika cipiki)... 4. Modus, sedikit terbantu dengan adanya orang ketiga sang anak yg gk dirangkul.,, Disclaimer: Yang tidak terlihat difoto, atau yg tdk di upload bukan tanggungjawab penulis. Dan supaya terlihat serius, semua jenis ketawa tidak disertakan. Emot pun sy gk bisa... Selamat hari minggu dan berbahagia semua beserta keluarga.
Leong putu
Wakakakakakekek..... Foto edisi kali ini berganti..... Hmmmm....ganti jabat tangan. Dari raut wajah Bu Jenny sangat terlihat ingin melepaskan jabatat tangan Abah dengan segera. Tapi tangan Abah kayak lebih kuat lagi mencengkram, terlihat dari otot tangan di lengan atas. Wkwkwk....kira² jati telunjuknya Abah mengilikitik telapak tangan Bu Jenny gak ya ?.... Hahahaha...ngapunten Bah...perusuh ancen ngene iki... Kebanyakan geluten di malam hari.... Kabooooooooor..
Liam Then
Gluten kok jadi ditakuti? Taoi baguslah, fenomena ini berarti kesejahteraan sudah mulai tersebar. Dulu orang takut gak bisa makan dua kali sehari. Sekarang takutnya berpindah ke kandungan gluten dalam bahan makanan. Berarti sudah kepikiran oengen berumur panjang. Hanya orang yang semakin sejahterah yang sering kepikiran tentang kesehatan, bagaimana kiranya berumur panjang,agar bisa lama menikmati kesejahteraan. Gara-gara gluten saya jadi bertanya-tanya. Tiwul kandungan glutennya tinggi ngga? Soalnya saya ingat banget makan tiwul kenyangnya lama.
Kang Sabarikhlas
catatan Abah hari ini ditulis dengan gaya 'semau gue', mungkin sengaja buat mengundang perusuh disway Anda sudah tahu siapa, bahkan fotopun diganti yang menantang komen. duh, pokoknya Disway+perusuhnya "Enak dibaca dan Ngelu"...
Amat Kasela
Abah memang lagi riya
Pryadi Satriana
"Dia tentu melirik dengan mata nakalnyi itu..." (Dia = Jenny) Saya amat-amati foto mereka berdua. Jenny tampak 'smart', kedua alisnya sedikit terangkat, mata dan bibirnya 'tersenyum.' Abah tampak 'agresif', matanya agak 'mrecing' dan tersenyum 'leeebaaar'. Mata dan mulut kesannya 'menyeringai', kayak siap 'menerkam' gitu ... Kesimpulan: yang bilang "mata nakalnyi" itu yang 'nakal' ... Abah dulu 'mbethik', sekarang 'nakal' ... Tetep ingat batas ya, Bah. Salam. Rahayu.