Pada proses pelaksanaan perjanjian PT PPN dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp50 miliar berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi.
Kemudian, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak tanggal 14 Januari 2011 sampai 31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp19,7 miliar dan 4,73 juta dolar AS atau senilai Rp451,66 miliar.
"Tidak adanya jaminan berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM non-tunai, sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," jelas Irjen Pol. Dedi Prasetyo.
Berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, BBM yang belum dibayar oleh PT AKT kepada PT PPN sebesar Rp. 451,6 miliar.
Akuntansi utang piutang PT PPN diketahui berupa BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT AKT sejumlah 154.274.946 liter atau senilai Rp278,6 miliar atau 102,6 juta dolar AS.
"Berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM non tunai antara PT PPN dengan PT AKT pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," ujar Irjen Pol. Dedi Prasetyo.