Satpol PP Kota Tasik Butuh Payung Hukum Soal Petasan
Reporter:
syindi|
Rabu 28-04-2021,08:30 WIB
TASIK — Peredaran petasan di Kota Tasikmalaya seolah sulit dihentikan secara permanen. Pedagang tetap berjualan, meski sudah dilarang bahkan dirazia oleh aparat penegak hukum.
Pemerintah Kota Tasikmalaya sudah mengeluarkan larangan menjual dan memainkan petasan tanpa izin. Namun faktanya petasan masih tetap beredar sebagaimana hasil razia aparat.
Kabid Tibum dan Tranmas Satpol PP Kota Tasikmalaya, Yogi Subarkah menyebutkan tim Satgas sudah kerap melakukan razia kepada pedagang petasan. Namun sebagian pedagang tetap bandel. “Ada saja yang ngeyel tetap menjual,” ungkapnya kepada Radar, Selasa (27/4/2021).
Adapun penindakannya, kata Yogi, sejauh ini baru sebatas peringatan kepada pedagang dan menyita petasannya. Tetapi, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan memproses dengan tindak pidana ringan. “Apalagi kalau pedagangnya sudah pernah diingatkan tapi masih bandel,” katanya.
Dia pun menghimbau kepada masyarakat agar bisa ikut mengawasi pedagang-pedagang petasan di lingkungannya. Jangan sampai petasan dengan bebas beredar dan dimainkan oleh anak-anak. “Karena kami juga perlu partisipasi masyarakat untuk pencegahannya,” ujarnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) sekaligus Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Kota Tasikmalaya, Eki S Baehaqi melihat peredaran petasan sulit ditangani. Karena tidak ada payung hukum yang kuat agar penjual bisa diberi sanksi. “Jadi cukup sulit memberikan efek jera kepada pedagangnya,” terangnya.
Salah satu solusinya, para orang tua harus bisa lebih mengawasi anak-anaknya. Supaya bisa menghindari permainan petasan yang kini cukup marak. “Karena yang namanya anak-anak harus dilindungi dari segala ancaman bahaya,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya H Agus Wahyudin mengaku dilematis dengan maraknya peredaran petasan. Karena tidak ada aturan hukum yang kuat untuk penindakannya, maka razia harus lebih intensif dilakukan oleh aparat. “Terus razia sampai para pedagangnya menjadi rugi dan kapok,” terangnya.
Jangan sampai ada kompromi atau tebang pilih dalam melakukan razia. Sehingga para pedagang akan berpikir dua kali untuk menjualnya. “Tak ada toleransi, tindak tegas pedagangnya dengan razia terus menerus,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang bernama Mochammad Akmal (3), balita asal Buninagara 1 Babakan RW 4 Kelurahan Nagarasari, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya menjadi korban petasan. Dia mengalami luka di bagian wajahnya akibat ledakan dari petasan.
Ketua RW setempat, Ahmad Hidayat menjelaskan hal itu terjadi pada Jumat (23/4/2021) sekitar pukul 13.00. Setelah salat Jumat, Akmal membeli petasan di warung dan memainkannya bersama sang kakak. “Sama kakaknya itu mercon dimasukkan ke dalam kompan (jerigen, Red),” paparnya.
Petasan seharga Rp 500 tersebut memang mengeluarkan suara dan ledakan yang relatif kecil. Akan tetapi, lain cerita ketika di masukkan ke dalam jirigen, terlebih bekas bahan bakar.
Ketika petasan berada di dalam jirigen, Akmal melihat dengan cukup dekat di lubangnya. Alhasil ledakannya menghasilkan daya tekan yang cukup kuat ke wajah Akmal. “Jadi gasnya keluar. Tak pecah kompannya,” terang dia menceritkan.
Akmal yang mengalami luka bakar di bagian wajah langsung dibawa ke Puskesmas terdekat. Karena perlu penanganan lebih serius, dia pun dirujuk ke RSUD dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya.
Usai kejadian itu, pihak Kelurahan, RW bersama unsur TNI-Polri melakukan razia petasan ke warung-warung. Diketahui petasan itu dipasok oleh seseorang ke warung-warung di kampung tersebut. ”Kami sudah berpesan ke warung-warung agar tak menjual petasan itu karena khawatir ke anak-anak,” tambahnya.
Dijelaskan Ahmad Hidayat, Keluarga Akmal bukan merupakan peserta BPJS Kesehatan meskipun pekerjaan ayahnya buruh serabutan. Pihaknya pun berharap para dermawan memberikan bantuan untuk pengobatan anak tersebut. “Tadi sudah ada bantuan dari Dinsos dan PKH. Keluarganya tak punya KIS. Sama saya pakai Jamkesda,” harapnya.
(rga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: