Usai Rahmatan, Ini Komposisi Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Tasikmalaya Periode 2022-2027
Ketua PD Muhammadiyah Kota Tasikmalaya H Iip Syamsul Arif MN menyaksikan serah terima jabatan Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Tasikmalaya periode 2022-2027, Minggu 9 Juli 2023.-Istimewa-
Turut hadir Rektor Umtas yang diwakili Wakil Rektor I, para kepala sekolah dan madrasah Muhammadiyah se-Kota Tasikmalaya, perwakilan dari ormas perempuan tingkat Kota Tasikmalaya antara lain GOW, Wanita Islam, Wanita PUI, Muslimat NU dan Persistri.
Dalam kesempatan itu, H Iip mendorong PD Aisyiyah untuk berkiprah lebih jauh lagi dalam membangun Kota Tasikmalaya bersama-sama pemerintah.
”Kota Tasikmalaya harus diwarnai ormas Islam, termasuk Aisyiyah, jangan kalah oleh LSM yang hanya menangani satu dua masalah,” ungkapnya.
Sebagai sayap dakwah Muhammadiyah untuk kalangan perempuan, Aisyiyah telah diberi kekhususan oleh PP Muhammadiyah sehingga disebut organisasi otonom (Ortom) khusus.
Kekhususan Aisyiyah itu setidaknya ada dua. Pertama, pimpinan dan anggota Aisyiyah wajib merupakan anggota Muhammadiyah dan memiliki Nomor Baku Muhammadiyah (NBM). Sedangkan ortom lain tidak wajib kecuali untuk para pimpinannya.
Kedua, Aisyiyah diberi kewenangan untuk mengelola Amal Usaha Aisyiyah, baik bidang pendidikan formal mulai PAUD, SLB sampai perguruan tinggi juga bidang lain seperti KBIH, panti asuhan, panti jompo dan sebagainya.
H Iip juga menjelaskan kembali bahwa Muhammadiyah dan seluruh ortomnya menggunakan istilah pimpinan, bukan pengurus.
”Lafaz pimpinan itu untuk memimpin makhluk yang berakal dan harus memberikan uswah kepada pihak yang dipimpinnya. Sedangkan pengurus tidak hanya untuk makhluk yang berakal dan tidak perlu memberi uswah,” jelasnya.
H Iip juga menyitir beberapa perbedaan yang sejauh ini masih terjadi terutama yang berhubungan dengan aktivitas ibadah dan kemasyarakatan.
Beberapa tahun sejak berdirinya Muhammadiyah, Kiai Dahlan mengoreksi arah kiblat Masjid Gedhe Kauman di Yogyakarta.
Pada saat itu masyarakat belum memahami ilmunya sehingga muncul banyak protes bahkan beliau disebut kiai kafir karena menggunakan peralatan yang dibuat oleh orang Eropa seperti kompas, atlas dan sebagainya.
Kini setelah 100 tahun berlalu, masjid-masjid dan musala dikoreksi arah kiblatnya setelah masyarakat menguasai dan memahami ilmunya.
”Ketika pada masa kini terjadi pertentangan mengenai sesuatu yang merupakan hasil kajian dan penelitian ilmiah kita, maka bersabarlah. Mungkin 100 tahun yang akan datang baru bisa dipahami,” selorohnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: