Gunung Poso

Gunung Poso

Momen ketika Farid Makruf dan Kapolda Sulteng saat itu Irjen Abdul Rakhman Baso terlibat dalam operasi terorisme di Sulteng.-disway.id-

Roy yang kebetulan Kristen bersoal dengan Ridwan yang kebetulan Islam. Bulan puasa bertemu hari Natal.

Malam itu, Ridwan lagi duduk di buk (beton) di pinggir jalan. Buk itu enak untuk duduk di malam hari. Apalagi dekat masjid. Ayah Ridwan imam di masjid itu.

Remaja Roy lagi terpengaruh alkohol. Ia jengkel tidak dapat pinjaman obeng untuk memperbaiki motornya. Ia tebas lengan kanan Ridwan. Ia lari. Ridwan teriak. Heboh.

Isu yang meluas lebih seru dari kejadian aslinya. Persoalan dua remaja berubah menjadi persoalan kekerasan dua umat beragama. Selebihnya Anda sudah tahu: kerusuhan antar agama meletus silih berganti. Kombatan dari berbagai daerah pun datang ke Poso. Termasuk dari Uighur, Xinjiang. Enam orang. Alasan mereka: berjihad.

Ketika konflik antar agama sudah diselesaikan, yang tersisa adalah kombatan. Mereka lari masuk hutan. Naik gunung. Sembunyi. Dikejar. Konsolidasi. Melakukan serangan balik.

Tujuannya pun sudah berubah. Bukan menyerang Kristen, tapi menegakkan ajaran ekstrem. Operasi demi operasi dilakukan oleh polisi dan aparat keamanan. Banyak yang tertembak atau tertangkap.

Sebaliknya, setiap kali ada yang tertembak ada usaha untuk membalas. Teroris itu membunuh polisi. Atau yang dianggap dekat dengan polisi. Aparat jadi korban. Juga masyarakat. Tidak hanya yang Kristen, juga yang Islam.

Kebencian pun terpelihara. Meluas ke masyarakat. Semua korban itu punya keluarga. Kian banyak korban, kian luas kebencian di banyak keluarga.

Tahun 2013 muncul video dari Gunung Biru: isinya deklarasi MIT. Santoso mendeklarasikan MIT sebagai organ ISIS di Poso. MIT tunduk pada ISIS. MIT adalah Mujahidin Indonesia Timur.

Video itu hanya kurang dari 2 menit. Narasinya dalam bahasa Arab dan Indonesia.

Sejak itu, Santoso menjadi pusat incaran operasi keamanan di Gunung Biru.

Santoso anak dari seorang transmigran asal Gunung Kidul, Yogyakarta. Ayahnya sudah lama meninggal. Santoso tinggal bersama ibunya di desa transmigrasi Bhakti Agung, sekitar 52 km dari kota Poso.

Desa transmigrasi ini letaknya di kiri jalan utama jurusan Palu-Parigi-Poso. Di situ banyak juga transmigran dari Bali. Juga dari Lombok. Itulah transmigran tahun 1960-an. Nama desa Bhakti Agung menandakan dominasi orang Bali di situ. Banyak Pura dengan ciri khas Bali di sepanjang jalan utama itu. 

Tetangga Santoso pun banyak orang asal Bali. Bahkan Santoso pernah membangun Pura di rumah tetangganya. Jauh sebelum Poso membara. 

Wartawan CNN, Jafar G. Bua, asal Parigi, pernah ke rumah Santoso. Ia datang sebagai wartawan. Membawa beras. Itu tahun 2016. Santoso tidak di rumah. Ia di gunung. Jafar wawancara dengan istrinya: asal Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: