Berpacu Waktu

Berpacu Waktu

--

Lukman bin Saleh

Seorang laki2 setengah baya berjalan tergopoh-gopoh. Keringat bercucuran di tubuhnya. Dia baru pulang dari sawah. Seolah tidak peduli dengan keadaan sekelilingnya. Yang dia ingat hanya masjid. Secepatnya dia harus ke sana. Setelah sampai. Buru-buru dia membersihakan tubuh. Seadanya. Memasang sarung yg telah dia siapkan. Kemudian masuk ke masjid mengumandangkan azan." Demikianlah gambaran marbot d masjid2 kita. Bekerja sukarela. Tanpa di gaji. Mereka punya keluarga. Mereka harus mencari nafkah. Jadilah masjid itu diurus seadanya. Jangankan membersihkan toilet, syukur2 sang marbot masih bisa azan 5 x sehari. Keadaan ini tidak boleh kita biarkan. Harus kita ubah. Mulai dari lingkungan masing2. Sangat ironis jika agama Islam yg katanya sangat mengutamakan kesucian dan kebersihan ini harus memiliki lingkungan masjid yang jauh dari kata bersih. Jika marbot kita belum di gaji dengan layak. Gaji mereka. Agar bisa bekerja profesional. Lontarkan ide ini saat ada rapat. Jika memang sudah di gaji. Tegur para marbot itu. Tentu dengan cara seperti yg dikatakan Abah. Bagaimana agar mereka tidak tersinggung. Ayo kita mulai...

Liam Then

Jika kita sudah ada waktu meributkan masalah toilet, bersyukurlah, ini tanda kualitas hidup sudah membaik. Di Ukraina mereka lebih sibuk hal la Lebih separuh populasi dunia, cebok pakai kertas tissue. Di Tiongkok, 1.5 milyar orang ,budayanya cebok pakai kertas tissue. Itulah sebabnya perusahaan pabrik pulp berjaya, haus lahan baru, karena permintaan tak putus-putus. Tissue terbuat dari bubur kertas, yang berasal dari pohon akasia. Kode keras untuk BUMN sektor perkebunan, swasta bisa meraksasa, anda kok tak bisa? Padahal soal lahan, anda hampir tidak ada hambatan, tinggal kasih kode ke menteri BUMN, yang tinggal sapa presiden. Begitu juga soal modal. Kalau soal pasar, demand separuh populasi dunia, tak mungkin dapat anda penuhi semua. Di Tiongkok saja , setiap hari, ada 1.5 milyar orang butuh kertas tissue. Kadang juga terpikir, orang barat ngisin-in kita cebok pakai air ,sementara mereka pakai tissue. Sebenarnya siapa yang lebih enviromental friendly? Mereka atau kita? Tissue mereka bersumber dari pohon, hasil dari merambah hutan alami. Di ganti pepohonan mono kultur yang ditebang 6 tahun sekali. Tapi, biarkanlah ,jangan protes, biarkan mereka tetap cebok pakai tissue, toh mereka beli pulp nya dari kita. BUMN ayo fight. Swasta bisa , BUMN yang full fasilitas dan dukungan harusnya lebih bisa. Menjadi gede di bidang pulp ini. Saya pernah dengar dari seorang dosen PHD asal Australia. Pohon di Indonesia, tumbuh 2 kali lebih cepat ,dibanding dengan yang di Australia. 

Jo Neka

300 komentar..Toilet semodern apapun dan secanggih apapun kalau tidak ada cukup air bersih percuma.Di kampungku setiap rumah di kasih closet sehat tapi airnya tidak ada mau ketawa takut lucu..

munawir syadzali

Toilet sudah menjadi salah satu tempat mencari inspirasi. Ide2 cemerlang sering kala datang dr sana. Kemajuan Indonesia bisa dimulai dari sini, revolusi toilet. Siapa tahu, dg adanya toilet2 yg bersih, wangi dan instragamable, bisa mendorong ide2 hebat utk kemajuan anak bangsa. Selain itu, revolusi toilet jg harus mempertimbangkan aspek kearifan lokal, budaya, kesehatan lebih2 aspek agama. Banyak org kita yg gag bs beol gegara closetnya duduk. Rela nahan kencing gegara kencingnya lewat urinoir, alasannya lebih beresiko terkena najis dan tdk memperoleh keutamaan. Sy pun, jika ke mall atau ke tempat2 yg katanya modern, jika sdh kebelet BAK kok ndilalah ketemu urinoir, lebih baik nyari toilet yg lain. Menurutku, standar toilet yg perlu dijadikan adl toiletnya masjid NU. Sebelum masuk toilet, ada kolam kecil, rerata closetnya jg jongkok. Silahkan ditinjau dr aspek apapun, kesehatan, agama, kearifan lokal, paling masuk kriteria. Haha

*) Dari komentar pembaca http://disway.id

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: