John Anglo Bro

John Anglo Bro

--

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 9 Oktober 2022: Loket Kanjuruhan

Basuki Rahmad Yani

Masalah mundur harusnya belajar sama Pak Anang ketua DPRD Lumajang yg gak hafal Pancasila, gak punya malu, 

Kelender Indonesia Lengkap

Jika musibah terjadi, ada dua hal yang sering dilakukan orang, mencari kambing hitam dan cuci tangan. Tetapi Anda Sudah Tahu, Abah lebih memilih untuk merajut harapan dan move on ke masa depan. Bravo Disway...

DeniK

Club Persib sudah melakukan nya. 1KTP 1 Tiket hanya online.Dan apa yang terjadi management di demo terus menerus oleh komunitas supporter 

Chei Samen

Selamat Pagi Bang Agus, makasih masukan anda. Stasiun KA, mengingatkan saya. Bahawa pernah menaiki kereta. Baru saya tahu kereta itu kereta api. Hahaha. Salam sehat hari ini.

Chei Samen

Suatu ketika saya berpengalaman menaiki kereta dari stasiun Surabaya ke Jakarta. Sore. Terus, di Blora saya lihat Stasiun Cepu. Ndhak tau saya, saya turun. Tahulah sudah bahawa Cepu itu Paka (di bagian timur Malaya). Saya main-main ke tetangga (Bojonegara), lalu ketemu Begawan Solo, berperahu pula sekitar 2 jaman di BS. Jelas Pak Gesang bilang ada kehidupan di sepanjang BS. Tidak kesampaian saya ke Jakarta!! 

AnalisAsalAsalan

ACAB bukanlah gebyah Uyah, tetapi majas Totem pro parte (menyebut keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian). Contoh lain: Rakyat Indonesia gila bola. Padahal hanya sebagian. Buktinya? Saya bukan pecinta bola, tetapi pecinta wanita -- istri maksudnya. Hahahahaha.

Mirza Mirwan

"All Cops Are Bastard." Meminjam "unen-unen" dalam Bahasa Jawa, anggapan seperti itu disebut "nggebyah uyah padha asine", menyamaratakan. Gegara beberapa oknum polisi "bastard" lantas dianggap semua polisi "bastard" juga. Padahal seberapapun polisi yang brengsek dan "bastard", masih lebih banyak polisi yang baik. Setidaknya, begitulah yang saya lihat di kota saya. Tetapi, apa boleh buat, dalam hal brengseknya oknum polisi itu seringkali malah mendatangkan malapetaka bagi siapa yang melaporkannya. Dianggap mencemarkan nama baik si oknum. Lantas muncul kesan di masyarakat bahwa atasannya permisif terhadap kebrengsekan si oknum. Berikutnya, masyarakat menganggap polisi sebagai "common enemy", musuh bersama. Suka tak suka, malu tak malu, para petinggi Polri harus ikhlas menerima hujatan itu, seraya berusaha menegakkan disiplin anggotanya. Kasus Duren Tiga barangkali sebuah contoh. Dan Polri sudah memecat puluhan perwira, dari perwira menengah hingga perwira tinggi. Tetapi itu masih belum cukup. Di lingkup Polres/ta/tabes, masih banyak oknum bintara yang "bastard". Menegakkan benang basah? Barangkali, iya. Tetapi benang basah masih bisa ditegakkan dengan memegangnya dari atas. Untuk jabatan Kapolsek, Kapolres, Kapolda, juga Kasat dan Kadiv harus dipegang anggota Polri yang punya kredibilitas. Mereka itu yang akan menegakkan disiplin anak buahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait