John Anglo Bro
--
John tentu juga bikin tas baru. Dengan merek John Anglo. Tidak hanya dari kulit sapi. Ia juga membuat tas yang bahannya dari kulit buaya. Croco. Juga yang dari kulit ular.
Kalau saja tas-tas merek John Anglo itu tidak dipajang di kios UMKM bisa jadi dikira bikinan Florida atau Milano.
John memilih kata ''Anglo'' memang dimaksudkan agar ejaannya mirip-mirip kata dalam bahasa Italia.
Sekarang, tentang Paulus. Make over juga dilakukan Paulus. Di bidang lain.
Dulunya Paulus juga bekerja di restoran terkemuka: Ultimo. Di kawasan wisata utama Bali. Itu restoran bintang lima. Masakan Eropa-Amerika. Saya belum pernah ke sana: takut pada harganya. Satu pizza saja Rp 750.000. Kalau makan dengan steak-nya bisa habis Rp 3 juta.
Waktu terjadi Covid, resto itu tutup. Demikian juga resto bintang lima lainnya di seluruh pulau Dewata. Bali seperti mati.
Pemilik resto itu pulang ke negaranya. Paulus juga harus pulang: ke Surabaya. Tanpa pekerjaan. Tanpa penghasilan. Yang ia miliki adalah keahlian. Ahli masak. Ahli membuat steak. Ahli memilih daging. Ahli membuat pizza. Ahli memilih keju berkualitas.
Pulang ke Surabaya, Paulus pun survei. Ia pun tahu bahan baku untuk resto Ultimo bisa didapat di Surabaya. Ada importer daging dan keju jenis yang ia perlukan.
Maka Paulus memutuskan: bikin restoran bintang lima di kaki lima di daerah elite Surabaya: CitraLand. Ia beli peralatan dapur yang memenuhi syarat untuk membuat steak dan pizza kelas bintang lima. Tidak perlu baru. Agar terjangkau.
Ia pun beli bahan-bahan bangunan bekas. Ia atur dengan selera seni bahan bekas. Ini kaki lima tapi ada sekat dan sedikit atap. Ada meja dan kursi bekas. Dipoles dengan rasa seni.
Saya diajak mantan (?) Presiden Persebaya, yang saya belum lupa namanya, makan di situ.
Benar-benar makanan bintang lima. Rasa dan tekstur steaknya serasa makan steak di Texas. Tapi ini kaki lima. Dan pizza kejunya: seperti lagi makan di Milan. Dengan harga kaki lima. "Di resto tempat saya kerja dulu, pizza ini dijual Rp 750.000," ujar Paulus. "Di sini hanya Rp 45.000," tambahnya. Bahannya sama. Rasanya sama.
Karir Paulus dimulai dari DJ. "Untuk bisa memimpin restoran dengan baik harus berawal dari DJ," katanya. Saya terbengong mendengar itu. Apa hubungan restoran dengan pengatur lagu di diskotek? Ternyata DJ yang ia maksud adalah pekerjaan cuci piring. "Kami, di dunia resto, menyebut pencuci piring itu DJ. Gerakannya kan sama," guraunya.
Dari DJ, Paulus magang di dapur. Lalu belajar masak. Naik jadi chef. Terakhir jadi general manager dengan gaji di atas Rp 100 juta/bulan.
Gara-gara covid kini Paulus jadi bos. Di kaki lima miliknya: Steak BRO!. Covid telah membuat orang berkantong kaki lima bisa makan steak bintang lima. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: