Loket Kanjuruhan
--
Yang harus pertama mengaku salah dan minta maaf adalah suporter pertama yang turun ke lapangan setelah usainya pertandingan Arema FC vs Persebaya. Mana orang itu? Adakah orang itu minta maaf dan mengaku bersalah? Tragedi ini bukan tentang jam tayang dan kapasitas penonton. Tapi ini tentang ada yang meng"trigger" aparat melakukan tindakan represif, yang menimbulkan "collateral damage" yang begitu besar. Tetap fokus dan jangan dipolitisasi tragedi ini.
Mirza Mirwan
Terkait raibnya CHD edisi "Penyesalan Panggung" kemarin, menurut dugaan saya, semata-mata disebabkan "kesalahan teknis". Bukan karena, misalnya, Pak DI minta agar dihapus karena "merasa pekewuh" (tak enak hati) pada polisi. Dugaan saya itu hanya berdasarkan kejadian kapan hari itu, di mana ada sekitar 30-an komentar raib. Dan kemarin itu bukan lagi sekadar hampir 50-an komentar yang raib, tetapi sekaligus CHD-nya. Tentang "Seratus orang dibunuh polisi" yang ditulis Pak DI, sudah jelas Pak DI menyebutkannya sebagai bunyi sebuah spanduk di stadion di Eropa. Pak DI sekadar mengalihbahasakan saja. Media berita di Barat juga tidak satupun yang menulis -- dalam arti beropini --seperti bunyi spanduk itu. Tetapi, memang, "More than 100 people killed by the police" itu lantas menyebar di socmed. Spanduk "More than 100 peoplen killed by the police" itu sendiri bikinan fans Bayern München. Mereka membentangkannya di stadion Allianz Arena, München, 4/10, saat klub kebanggaan mereka berlaga menghadapi Viktoria Plseň dari Ceko (Czech) dalam Liga Champion, grup C. Pertandingan itu dimenangkan Bayern München dengan skor 5-0. Spanduk tadi dibentangkan oleh fans yang berada di tribun belakang gawang. Ada spanduk lain yang dibentangkan deretan fans di kursi depan (bawah). Ada beberapa hurup yang tertutup kepala pemain di lapangan. Tetapi sepertinya berbunyi "Remember the dead of Kanjuruhan".
hariri almanduri
Pengakuan Sang Komandan Ia tak pernah membayangkan intruksi kepada anak buahnya menjadi penyebab ratusan orang meninggal dunia di tribun penonton. Si Komandan polisi mengakui bahwa dirinya yang memberikan perintah untuk menembakkan gas air mata kearah suporter di tribun stadion. "Saya memerintahkan tabung gas air mata untuk ditembakkan ke tribun. Saya tidak mengatakan berapa banyak. Saya tidak pernah membayangkan konsekuensi yang menghancurkan itu." Ucapa Komandan Jorge de Azambuja, penanggung jawab keamanan Stadion Nacional Peru, tempat pecahnya tragedi yang menewaskan 328 suporter pada 24 Mei 1964
Jo Neka
Lepas tulisan kemarin di tarik dari edaran saya bersyukur sudah membaca dan sempat komentar ra mutu.Mari maju cerdas bersama CHDI..pengetahuan gratis bersama para komentator level guru besar.Ingat CHDI ukuran jaman sekarang adalah tulisan yang sangat bermutu dan gratisbtis tis.Salam sehat pak Pry..
Pryadi Satriana
Ndhak usahlah kita berspekulasi 'kesana-kemari' tentang raibnya Disway kemarin. Kenapa? Memangnya kita punya hak apa 'menanyakan' tentang raibnya Disway kemarin? Kemarin raib hari ini masih muncul masih mending lha wong gratisan, kok. Kita ndhak punya 'legal standing' untuk 'menuntut (baca: minta) penjelasan tentang raibnya Disway kemarin'. "Ndhak semua yg diketahui atau dipikirkan perlu ditulis di Disway, dan kalau tulisan telanjur muncul lalu dirasa perlu 'ditarik kembali' ya ndhak usah minta penjelasan. "Wis gratis ndhak usah njaluk macem- macem." Sehat selalu supaya bisa terus berkarya & berjaya lewat Disway, Abah. Salam. Rahayu.
*) Dari komentar pembaca http://disway.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: