Siapa Membunuh Putri (9) - Si Sopir Presiden

Siapa Membunuh Putri (9) - Si Sopir Presiden

Ilustrasi seorang pria hanya bersarung nekat melakukan tindakan tak senonoh di depan para siswi SMP di Pasar Minggu. Identitas pelaku kini tengah diburu polisi.--

”Kalau takut ngapain aku bertahan di sini, Dur. Anak saya bolak-balik ngajak saya tinggal di Amerika, yang satu di Australia,” kata Pak Roni. ”Saya mencintai kota pulau ini, Dur. Entah kenapa. Mungkin karena terlalu banyak bagian dari sejarah hidup saya yang saya lewatkan di sini. Istri saya juga dikuburkan di sini. Saya tak bisa jauh dari dia,” katanya.

Dia bisa cerita panjang, tentang bagaimana Sekumpang, kawasan yang pertama dibuka, itu dibuat Pelabuhan, lalu jalan-jalan besar dua jalur dirancang, pohon-pohon peneduh ditata, deru loader dan buldoser, semua terekam dalam ingatannya. 

”Orang-orang sini yang sekarang kaya-kaya itu, toke-toke semua itu, saya tahu mereka dari sejak mereka miskin. Mereka datang ke sini pertama kali pasti ketemu saya dulu,” kata Pak Roni.

Kalau berbincang panjang dengannya, datanglah ke rumahnya yang teduh, dengan halaman luas di kawasan Pantai Pinggir. Ada pohon sukun besar yang sepertinya selalu berbuah. Tiap kali saya berkunjung ke sana, dia menyuguhiku sukun goreng, kudapan favoritnya.

Saya menulis banyak tulisan bersambung tentang sejarah kota ini dengan mewawancarai Pak Roni. Saya juga meminjam foto-foto dari album pribadinya untuk di-repro. Dia selalu menyebut beberapa nama untuk diwawancarai terkait satu dan lain hal. Orang yang menurutnya lebih tahu, karena terlibat lebih banyak.

Sebagai bekas polisi dia mencemaskan kriminalitas yang tinggi sejak awal berkembangnya pulau ini. Dia menunjukkan bekas luka panjang diagonal di perutnya. Itu yang membuat dia berhenti jadi polisi. Personel kurang. Dana operasional tinggi. Kejahatan tinggi. Pulau ini kecil memang, tapi semua kejahatan ada di sini: penculikan, penyeludupan keluar dan masuk, trafficking, pencucian uang.

”Sekalian saja saya jadi preman, orang bebas. Daripada terikat dengan aturan kepolisian. Saya orangnya disiplin. Tapi, tahu tidak, Mas Dur, sampai sekarang, sudah puluhan tahun saya berhenti jadi polisi, kapolres berganti belasan kali, saya masih diizinkan pegang pistol, lho… Mau lihat?” tanya.

”Nggak usah, Pak. Percaya,” kata saya. Tapi, tetap saja dia keluarkan pistolnya dari tas hitam yang selalu berada tak jauh dari dirinya itu. Dia sorongkan ke saya. Menyuruh saya memegang pistol itu. Dingin. Dia suruh angkat. Berat. Dingin dan berat. 

”Kalau kamu mau tahu siapa-siapa orang sipil di sini yang pegang pistol tanya saya. Saya punya daftarnya,” katanya. 

Saat itu saya hanya berpikir, mungkin suatu saat data itu berguna juga buat saya. Di antara banyak cerita Pak Roni yang paling sering beliau ceritakan ulang adalah menjadi sopir presiden. Siapa saja presiden negeri ini kalau berkunjung ke pulau itu maka sopir mobilnya selalu beliau.

”Kenapa, ya, Pak?”

”Saya ndak tahu juga. Mula-mulanya kan mungkin karena saya polisi ya, waktu itu. Setelah saya tak jadi polisi, protokoler tetap meminta saya. Katanya presiden sendiri yang minta. Nyupirkan bukan sekadar nyupir ya, kadang-kadang beliau-beliau itu nanya macem-macem juga. Nah, itu saya lepas aja saya jawab apa adanya. Ganti presiden, cerita tentang saya mungkin nyambung, karena kan protokoler orangnya itu-itu juga orang yang sama,” kata Pak Roni.

Cerita-cerita dari pertemuan dengan Pak Roni itu berkilasan kembali ketika hari itu kami bertemu di peresmian pabrik perakitan elektronik raksasa Maestrochip Corps di Kawasan Industri Watukuning. Ramai sekali. Ada tari persembahan yang megah dari kelompok seni dari Kota Tanjungpunai, kota seprovinsi di pulau seberang itu. Makanan berlimpah.

”Bagus sekali batikmu, Dur,” katanya menggodaku. Itu bukan pujian, saya tahu. Pak Roni pasti tak pernah melihat saya pakai batik. Kami berada jauh di deretan kursi belakang. Di barisan kursi VIP, saya lihat Pak IDR dan Bang Ameng berbincang akrab dan sesekali pecah tawa mereka. Di sana saya lihat juga ada pengacara Restu Suryono, dan Bang Eel. Bos-bos besar Maestrochip menyalami tamu-tamu terhormat, ada Menteri Perindustrian dan Investasi, gubernur, sampai walikota. 

”Kamu harusnya di kursi VIP itu, dong,” kata Pak Roni, terus bercanda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: